KUNINGAN — Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Kuningan melontarkan dugaan serius terkait adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam program bantuan provinsi Pengembangan Pangan Lestari (P2L) senilai Rp1,7 miliar. Bantuan yang dibagikan kepada 35 kelompok tani itu dinilai tidak sepenuhnya sampai ke tangan penerima manfaat secara utuh.
Ketua IMM Kuningan, Younggi Septhandika Permana, menyatakan dugaan tersebut muncul setelah pihaknya menggelar audiensi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan pada 31 Januari 2022 lalu. Dalam pertemuan yang dihadiri kepala dinas dan jajaran struktural, IMM menanyakan ihwal pemotongan dana bantuan yang diterima kelompok tani.
“Beberapa hari setelah pencairan bantuan, muncul istilah japrem dengan dalih biaya administrasi dan transportasi orang yang membawa program tersebut,” ujar Younggi kepada wartawan, Rabu (2/2).
IMM menyebut pihaknya mengantongi bukti berupa rekaman percakapan antara oknum dinas dan kelompok tani yang membicarakan adanya pungutan tidak resmi. Namun, pihak dinas dalam audiensi hanya memberikan jawaban normatif—menyebut tidak ada pungutan, serta berdalih seluruh proses telah dibahas dalam forum resmi.
“Justru secara logika, pungli itu jarang terjadi dalam forum resmi. Biasanya dilakukan setelah pertemuan, secara personal, dan tidak terbuka,” tegas Younggi.
Yang lebih mengkhawatirkan, menurut IMM, bukan hanya soal pungutan, tetapi pengadaan barang dari bantuan pun tidak dilakukan oleh kelompok tani sendiri, melainkan oleh pihak dinas. Padahal bantuan itu telah masuk ke rekening masing-masing kelompok.
“IMM mencoba menghitung nilai barang yang dibelanjakan, ternyata tidak sampai Rp50 juta. Ini menguatkan dugaan kami ada manipulasi dalam teknis pelaksanaan,” ungkap Younggi.
Ia menilai peran dinas seharusnya hanya sebagai pembina dan pengawas, bukan sebagai pelaksana teknis pengadaan. “Tapi ini justru dinas yang mengatur hingga ke nominal belanja. Maka indikasi praktik korupsi sangat kuat, bahkan bisa kami sebut, ada oknum yang layak disebut koruptor,” katanya.
Lebih lanjut, Younggi mengungkap bahwa kasus ini sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kuningan. Namun hingga kini, belum ada perkembangan berarti. IMM bahkan menduga ada intervensi terhadap lembaga penegak hukum yang menyebabkan kasus ini jalan di tempat.
“Kami menduga ada tekanan terhadap Kejaksaan. Sebab Kejari sendiri telah mengakui kasus ini ada, tapi tidak ada progres sampai sekarang. Kasusnya seolah dilenyapkan begitu saja,” ujar Younggi.
IMM Kuningan, tegas Younggi, akan terus mengawal persoalan ini. Mereka memberikan dua pilihan kepada pihak dinas: mengakui dan bertanggung jawab atas praktik tersebut, atau menghadapi perlawanan gerakan mahasiswa.
“Kalau dinas masih bertahan dengan pembenaran-pembenarannya yang tak masuk akal, kami akan tempuh jalur kami. Baik prosedural maupun non-prosedural,” tutup Younggi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan IMM tersebut.
