PANGANDARAN — Hari itu, Kamis (24/7/2025), cuaca cerah seperti biasa di Pangandaran. Tapi di balik langit biru dan suara ombak di kejauhan, ada gelombang lain yang bergulun, gelombang kekecewaan dari para nelayan.
Mereka bukan datang dengan senjata. Mereka datang membawa harapan, agar suara mereka tentang nasib benih bening lobster (BBL) didengar. Namun, ketika mereka berdiri berjam-jam di depan Pendopo Bupati, tak satu pun pejabat datang menyambut.
Aksi yang awalnya menuntut penerbitan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) oleh Forum Benih Bening Lobster (BBL) berubah menjadi lautan amarah. Massa merasa aspirasinya diabaikan.
Massa tidak dapat bertemu dengan Bupati Pangandaran. Hal ini menyebabkan eskalasi kemarahan massa semakin memuncak. Kemarahan itu meluas hingga terjadi perusakan gerbang Pendopo dan satu unit mobil pemadam kebakaran (Damkar).
Kekecewaan berubah menjadi kemarahan, Gerbang Pendopo akhirnya jebol. Mobil pemadam kebakaran yang disiagakan di lokasi dihantam amarah yang membara. Kaca pecah, bodi penyok. Situasi nyaris tak terkendali.
Di tengah massa yang bergolak, rasa frustrasi bukan lagi sekadar soal SKAB. Ini tentang harga diri, tentang suara yang tidak didengar.
Di saat suasana semakin panas, AKBP Dr. Andri Kurniawan, Kapolres Pangandaran, melangkah maju. Ia tidak bersembunyi di balik barikade. Ia memilih berdiri di tengah amuk, bukan sebagai pemimpin polisi, tapi sebagai manusia.
Dengan pengeras suara di tangan, ia memanggil mereka “Saudara-saudaraku.”
“Kami siap memfasilitasi. Kami di sini bukan untuk menghalangi, tapi untuk mengawal suara kalian.”
Suara Kapolres menggema. Bukan karena keras, tapi karena ada ketulusan di dalamnya. Saat ia meminta agar Pangandaran tetap kondusif, banyak nelayan mulai menurunkan tangan mereka, mulai menunduk. Kemarahan itu, perlahan, mencair.
“Saya titip, semoga Pangandaran tetap kondusif. Kami siap mengawal proses ini hingga ada solusi. Mari kita selesaikan dengan cara yang terhormat, bukan dengan perusakan,” lanjutnya.
Tak butuh gas air mata. Tak ada tembakan peringatan. Hanya kata-kata dan keberanian untuk hadir.
Dan itu cukup. Setelah berdiskusi singkat dengan koordinator lapangan, massa membubarkan diri. Damai. Tanpa korban.
Gerbang pendopo rusak. Mobil Damkar ringsek. Tapi tidak ada nyawa melayang. Tidak ada trauma massal. Itu bukan karena situasi tak genting. Tapi karena di saat yang menentukan, satu orang memilih merangkul, bukan menghardik.
Kapolres berjanji untuk tetap mengawal proses, memastikan suara nelayan tak lagi tenggelam di balik meja birokrasi. Dan para nelayan pun pulang, dengan harapan kecil bahwa mungkin, untuk pertama kalinya, suara mereka akan didengar.
Mungkin itu yang dibutuhkan hari ini: bukan hanya pemimpin yang kuat, tapi pemimpin yang berani hadir, mendengarkan, dan mengajak bicara. Di tengah emosi yang nyaris meledak, satu langkah kecil menuju manusia lain bisa menyelamatkan semuanya. (Beng)
Sumber : https://polrespangandaran.id/

1 comment
Thanks , I’ve just been searching for info about this topic for ages and yours is the greatest I have discovered till now. But, what about the conclusion? Are you sure about the source?