Kondisi ini memperlihatkan bahwa orientasi pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya berpihak pada pengembangan manusia seutuhnya. Masih kuat budaya mengejar sertifikat dan nilai dari pada mengejar ilmu, dan proses belajar yang cenderung mekanistik tanpa makna kontekstual. Kajian dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menjalani pendidikan dengan pendekatan hafalan dan tekanan nilai akademik semata.
Pada akhirnya, masa depan pendidikan Indonesia tidak cukup diselamatkan oleh kurikulum baru atau jargon perubahan. Tapi perlu kajian yang serius dari berbagai aspek terutama pemerataan pendidikan, kurikulum merdeka harus bisa menjadi alat pendidikan yang sampai akar rumput dan Guru bukan sekadar pelaksana kurikulum, tapi pendamping tumbuh kembang generasi. Oleh karena itu, mereka harus disejahterakan, dihargai, dan diposisikan sebagai fondasi bangsa, bukan sekadar tenaga teknis. Tanpa keberanian untuk berbenah secara kolektif, Indonesia Emas 2045 akan tetap jadi mimpi dan angan angan saja. []
Ditulis oleh: Dzulfahmi Fadhilah, Kader HMI Kuningan
