Selain langkah medis, Bupati meminta seluruh sekolah penerima program MBG memperketat pengawasan terhadap makanan yang disajikan. “Ini harus menjadi pelajaran penting. Programnya bagus, tapi jangan sampai membahayakan siswa,” ujarnya.
Dua sekolah yang mengalami keracunan itu mendapat MBG dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sama. Sesuai pengakuan Korwil SPPI Kuningan, Gugum, dapur tersebut setiap hari melayani hampir 4000 siswa.
“Sesuai hasil rakor kemarin, saya meminta kepada satgas, SPPI, SPPG, Korcam, harus betul-betul menjaga agar program yang bagus ini dengan lancar, baik, dan tepat sasaran,” ujar Bupati.
Situasi ini diperparah oleh minimnya jumlah SPPG di Kuningan. Dari kebutuhan 120 unit, baru tersedia 82. Akibatnya, satu dapur melayani lebih banyak sekolah dari kapasitas ideal, sehingga risiko menurunnya kualitas makanan semakin besar.
Bupati Dian memastikan pemerintah daerah akan melakukan evaluasi besar-besaran, mulai dari pengadaan bahan, standar dapur, distribusi, hingga mekanisme pengawasan. “Kami ingin evaluasi dari hulu sampai hilir,” tegasnya.
Dia menilai insiden tersebut sebagai pelajaran pahit yang harus dijadikan momentum perbaikan. “Anak-anak tetap berhak mendapat makanan bergizi, tapi dengan kualitas yang benar-benar terjaga,” ujarnya.
Keracunan massal di Luragung menjadi alarm keras. Program yang dimaksudkan menyehatkan siswa justru bisa berbalik membahayakan bila rantai pengawasan tetap longgar. Kini publik menanti hasil laboratorium sekaligus menunggu bukti komitmen pemerintah daerah dalam memperbaiki sistem MBG agar tragedi serupa tidak terulang. (Icu)
