JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengambil langkah maju dalam penataan sumber daya manusia (SDM) dengan meluncurkan Sistem Informasi Analisis Kompetensi Teknologi Informasi KPU, atau yang dikenal sebagai SIANTIK. Program ini didedikasikan untuk mempercepat penguatan kompetensi aparatur KPU yang kini harus bergantung pada kecepatan teknologi dalam ritme kerja pemilu.
Gagasan penting ini disosialisasikan secara hybrid pada hari Senin (20/10/2025) itu, melibatkan unsur internal KPU, akademisi, dan perwakilan komunitas masyarakat sipil digital. Menariknya, dalam kegiatan ini, Dr. H. Endun Abdul Haq, M.Pd., seorang dosen Manajemen dari Universitas Islam Al-Ihya Kuningan, tampil sebagai narasumber utama dan pusat perhatian.
Dr. Endun, yang dikenal sebagai pakar manajemen pelatihan, memaparkan materinya yang bertajuk “Model Kompetensi dan Strategi Manajemen Pendidikan & Pelatihan Berbasis Teknologi.” Dalam intisarinya, ia menekankan bahwa kompetensi digital ASN KPU tidak boleh dibangun secara parsial, melainkan harus bersifat sistematis, terukur, dan berkelanjutan.
Menurut analisis Dr. Endun, ASN KPU memiliki tantangan unik yang membedakannya dari institusi pemerintah lain. Mereka tidak hanya bergerak dalam siklus kerja yang cepat dan bergantung pada jadwal pemilu, tetapi juga beroperasi di bawah sorotan publik dan media yang intens.
“ASN KPU berhadapan langsung dengan proses politik dan demokrasi. Karena itu, integritas dan literasi digital menjadi kunci utama untuk menjaga netralitas sekaligus meningkatkan kualitas layanan publik,” ujar Dr. Endun. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kemampuan teknis harus disandingkan dengan etika dan akuntabilitas digital.
Ia juga mengidentifikasi bahwa hambatan terbesar ASN terletak pada tiga aspek yaitu rendahnya literasi digital, kebiasaan kerja manual yang sudah mengakar, dan budaya birokrasi yang lambat beradaptasi terhadap percepatan teknologi. Bagi Dr. Endun, SIANTIK harus dimaknai lebih dari sekadar proyek. Ia adalah pintu masuk untuk sebuah revolusi pola pikir.
“Transformasi digital bukan sekadar soal alat baru, tapi cara berpikir baru. Yang paling berharga di era digital adalah kesadaran manusia dalam menggunakannya,” pungkasnya, menunjukkan bahwa perubahan mindset adalah investasi terpenting KPU.
Di pihak KPU, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi KPU RI, M. Syahrizal Iskandar, mengamini pentingnya basis data yang faktual. Ia menjelaskan bahwa SIANTIK akan menjadi fondasi untuk membaca kemampuan ASN secara aktual, bukan berdasarkan asumsi. Sistem ini dirancang untuk memetakan secara detail literasi digital, mengidentifikasi kesenjangan kompetensi, dan menyusun kurikulum pelatihan yang berbasis data riil.
“Pendekatan ini menggeser pola pelatihan dari sekadar seremonial menjadi pembelajaran yang berbasis asesmen, kebutuhan, dan sertifikasi digital,” ucap Syahrizal.
Dengan demikian, KPU berharap dapat menciptakan peta jalan pengembangan SDM yang lebih personal dan modular, memungkinkan setiap ASN meningkatkan kapasitas sesuai kebutuhan spesifik perannya.
Melalui kolaborasi dengan akademisi seperti Dr. Endun, KPU menargetkan lahirnya aparatur yang lincah, inovatif, dan melek teknologi, yang pada akhirnya akan menjaga mutu tata kelola pemilu dan kepercayaan publik di tengah ekosistem digital yang terus berubah. Sosialisasi SIANTIK ini menjadi penanda arah baru manajemen ASN KPU menuju pembelajaran adaptif berbasis teknologi. (ali)