KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan berpacu dengan waktu untuk menutup target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebelum akhir tahun anggaran 2025. Data terbaru dari Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Kuningan per 27 Oktober 2025 menunjukkan bahwa realisasi PBB Buku I–III baru mencapai 87,89 persen, atau sekitar 36,4 miliar dari total target 41,5 miliar.
Capaian secara keseluruhan ini sebenarnya mencerminkan tren positif. Tingkat realisasi yang hampir menyentuh angka 90 persen patut diapresiasi mengingat waktu penagihan yang tersisa kurang dari dua bulan. Namun, apresiasi tersebut terganjal oleh masalah ketimpangan yang akut antar wilayah, di mana sejumlah kecamatan mencatat kinerja sempurna, sementara dua wilayah, ironisnya, justru menjadi sorotan utama karena mencatat capaian terendah di seluruh Kabupaten Kuningan.
Tiga kecamatan di Kuningan berhasil menorehkan kinerja gemilang dengan menuntaskan kewajiban PBB hingga 100 persen, yaitu Garawangi, Pancalang, dan Cilebak. Capaian paripurna ini disusul ketat oleh Cibingbin (98,8 persen) dan Cigandamekar (98,6 persen) yang hampir mencapai target penuh.
Sebaliknya, dua kecamatan dengan tingkat realisasi terendah adalah Kuningan Kota dengan capaian hanya 58,16 persen, dan Cigugur dengan 75,75 persen. Disparitas ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang lebar antara kepatuhan pajak di wilayah pedesaan dan tantangan kompleks yang dihadapi kawasan perkotaan.
Kepala Bidang P2 Bappenda Kuningan, Toni Purwanto, menjelaskan bahwa perbedaan mencolok ini bukan karena faktor kemauan membayar. “Kalau di desa, perangkatnya aktif menagih dan warganya cenderung patuh. Tapi di wilayah kota, tantangannya berbeda, terutama soal kepemilikan lahan dan bangunan yang kompleks,” ujar Toni saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (28/10/2025).
Toni mengungkapkan bahwa akar masalah di Kecamatan Kuningan Kota dan Cigugur tidak lepas dari masalah peralihan kepemilikan yang belum diperbarui dalam data pajak daerah. Banyak tanah dan bangunan yang sudah berpindah tangan, dijual, atau beralih fungsi, namun data wajib pajaknya (NOP) masih tercatat atas nama pemilik lama.
“Ketika petugas menagih, pemilik lama merasa sudah tidak punya tanggung jawab karena objeknya dijual. Sementara pemilik baru belum tercatat dalam data kami. Ini membuat proses penagihan menjadi sulit,” jelas Toni.
Selain itu, sebagian wajib pajak di wilayah kota diketahui berdomisili di luar Kuningan, menurut Toni, menambah kerumitan penagihan. Untuk mengatasi hal ini, Bappenda berupaya bekerja sama dengan pemerintah kelurahan dan desa setempat.
Meskipun dihadapkan pada kendala di wilayah perkotaan, Toni menilai performa kabupaten secara keseluruhan masih cukup baik. Namun, Bappenda tidak boleh berpuas diri. “Masih ada sisa 5,02 miliar yang harus tertagih sebelum akhir tahun,” katanya.
Untuk mempercepat realisasi, Pemkab Kuningan kini menggencarkan operasi penyisiran tunggakan dan pemanggilan kepala desa serta lurah yang wilayahnya masih memiliki tunggakan besar. Upaya penertiban ini melibatkan pendampingan dari Kejaksaan Negeri Kuningan dan aparat penegak hukum (APH) agar prosesnya berjalan tertib dan transparan.
Toni Purwanto menekankan bahwa pendekatan yang digunakan adalah klarifikasi dan pembinaan, bukan penindakan. “Kami tidak menuduh atau mencari kesalahan. Tujuannya mendorong percepatan. Jadi pendekatannya lebih ke klarifikasi dan pembinaan, bukan penindakan,” terangnya.
Operasi penyisiran akan digelar secara bertahap hingga akhir Desember, dengan fokus utama diarahkan ke dua wilayah yang capaian PBB-nya masih jauh dari target. Toni menyebutkan potensi tunggakan di Kecamatan Kuningan Kota mencapai lebih dari 2 miliar dan di Cigugur sekitar 400 juta.
Selain penyisiran lapangan, Bappenda juga menyiapkan langkah strategis berupa pembaruan data kepemilikan tanah untuk meminimalkan hambatan penagihan di masa depan. Toni mengakui adanya ketidaksinkronan data PBB antara pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Kita sudah berkoordinasi dengan BPN agar data pemilik tanah dan bangunan segera diperbarui. Karena masalah besar PBB selama ini bukan pada kemauan masyarakat membayar, tapi pada administrasi yang tertinggal,” ujarnya.
Meskipun menghadapi kendala data, Toni tetap optimistis target PBB 2025 akan tercapai. Ia menilai tren penerimaan PBB dalam beberapa tahun terakhir selalu menunjukkan peningkatan. “Setiap tahun realisasi PBB kita selalu di atas 100 persen. Tahun lalu bahkan over target hampir tiga persen. Jadi tahun ini pun kami yakin bisa tembus,” tegasnya.
Optimisme ini didukung oleh pelibatan lintas sektor, termasuk APH serta pemerintah desa dan kelurahan yang aktif memastikan warga melunasi kewajiban.
“PBB bukan hanya angka di kertas. Ini sumber utama pembangunan daerah, seperti jalan, jembatan, hingga fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Jadi ketika masyarakat patuh bayar PBB, sebenarnya mereka ikut membangun Kuningan,” tutup Toni, mengingatkan pentingnya kesadaran pajak. Target Kuningan kini adalah realisasi 100 persen PBB sebelum akhir Desember. (ali)
