“Karena memiliki proporsi penduduk muslim yang besar, Kuningan dapat kuota yang cukup banyak. Tapi setelah dievaluasi dan diubah sistemnya, formula ini tidak mencerminkan kondisi riil daftar tunggu haji di daerah,” tuturnya.
Memasuki 2026, pemerintah menerapkan sistem baru yang lebih proporsional, yakni berdasarkan jumlah pendaftar (waiting list) aktual. Berdasar data itu, untuk tahun 2026, Kuningan mengalami penyesuaian kuota menjadi 344 jamaah.
Menurut Fauzi, penurunan tersebut bukan bentuk pengurangan hak, melainkan koreksi atas ketimpangan lama yang selama bertahun-tahun terjadi. Karena sebelumnya, kabupaten/kota yang memiliki penduduk muslim banyak mendapat kuota besar meskipun jumlah pendaftar sedikit. Sebaliknya, daerah dengan daftar tunggu panjang justru memperoleh kuota kecil karena penduduk muslinya sedikit.
“Ketimpangan ini bertentangan dengan prinsip dasar penyelenggaraan haji yaitu first come, first served,” ungkapnya.
Melalui penyesuaian formula itu, lanjut Fauzi, daftar tunggu haji di seluruh provinsi diseragamkan menjadi 26 tahun, sehingga jemaah yang sudah mendaftar jauh hari mendapatkan kesempatan berangkat sesuai urutannya.
“Ini bukan pengurangan hak, tetapi upaya menegakkan keadilan bagi seluruh calon jemaah. Sistem lama membuat beberapa daerah menerima kuota tidak sesuai dengan jumlah pendaftar yang sebenarnya. Melalui formula baru, kesempatan berangkat menjadi jauh lebih adil dan proporsional,” ujarnya.
Fauzi juga menyampaikan, bahwa Kuningan akan kembali mendapat kuota haji maksimal sekitar 864 kuota, pada tahun berikutnya yakni 2027. Hal itu tergambar dari penyesuaian normalitas daftar tunggu.
“Berdasarkan proyeksi, kuota Kuningan dapat kembali naik menjadi sekitar 864 jemaah pada tahun 2027,” pungkasnya. (Icu)
