KUNINGAN – Suasana Gedung DPRD Kabupaten Kuningan mendadak memanas, Senin (2/6/2025), bukan karena perdebatan kebijakan, tetapi oleh gelombang kekecewaan masyarakat yang disuarakan Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) didukung penuh Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.
Inti tuntutan mereka keras dan jelas “DPRD Harus Pikirkan Rakyat, Jangan Jadi Beban Pikiran Rakyat!”Audiensi terbuka yang dihadiri Ketua MUI Kuningan KH. Dodo Syarif Hidayatullah, jajaran pimpinan DPRD, dan kepala dinas terkait, berubah menjadi ruang pengadilan publik.
FMPK membongkar sejumlah perilaku “amoral” oknum anggota dewan yang dinilai mencoreng martabat lembaga dan melukai nurani masyarakat, yang selama ini kerap dibungkam dengan dalih agama dan retorika politik.
Kesempatan itu, FMPK mengecam keras praktik nikah siri yang digunakan oknum anggota dewan untuk mengesahkan hubungan gelap. Yang lebih memprihatinkan, begitu terungkap ke publik, hubungan tersebut “diselesaikan” dengan talak tiga secara instan.
“Ini bukan soal legalitas nikah siri. Ini soal bagaimana agama dipermainkan, dimanipulasi untuk menutup aib. Ini kezaliman terhadap perempuan dan pelecehan terhadap nilai-nilai agama!” tegas Ustadz Lukman Maulana, Juru Bicara FMPK, dengan lantang.
Nikah siri juga diduga dijadikan tameng saat oknum anggota dewan ketahuan menghamili perempuan di luar nikah.Bahkan FMPK mengungkapkan modus lain oknum anggota dewan, yaitu menyuap media untuk menghapus berita yang telah tayang terkait pelanggaran etika mereka. Upaya ini dinilai sebagai bentuk pembunuhan karakter terhadap kebebasan pers dan hak masyarakat untuk tahu.
FMPK juga menyayangkan sikap diam sebagian besar partai politik terhadap skandal moral anggotanya. Hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang disebut telah mengambil langkah tegas dengan mem-PAW-kan anggotanya yang terlibat perselingkuhan.
“Diamnya partai adalah pembiaran sistemik yang merusak integritas demokrasi lokal,” kritik Lukman.
Untuk itu, lanjut Lukman, FMPK mendesak DPRD bukan sekadar mendengar, tetapi bertindak untuk menjalankan proses etik secara transparan dengan hasil diumumkan ke publik, kemudian Oknum anggota dewan yang terbukti melanggar harus mundur terhormat. Jika tidak mau mundur, DPRD wajib menjatuhkan sanksi tegas menggunakan kewenangannya.
Bahkan dia juga meminta agar Masyarakat diminta cerdas memilih, jangan pilih pemimpin karena jubah, tapi karena adab dan integritasnya. Jangan tertipu simbol agama tanpa akhlak.
Selain pembersihan moral internal, FMPK juga mendesak penegakan hukum tegas terhadap berbagai masalah sosial yang menggerogoti masyarakat Kuningan, mulai dari Perda Miras dan Mihol yang mati suri, pemberantasan bandar narkoba hingga ke akar, pencabutan izin rentenir berkedok koperasi, sweeping tempat kos “mesum”, hingga pembinaan pelaku LGBT di barak militer.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, menyatakan pihaknya terbuka terhadap upaya pembersihan ini. Ia mengingatkan bahwa masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran etika ke Badan Kehormatan (BK) DPRD.
Sementara itu, Ketua MUI Kuningan KH. Dodo Syarif Hidayatullah memberikan dukungan penuh dan legitimasi moral bagi langkah FMPK. Dalam pernyataan penutupnya yang berapi-api, Kyai Dodo menegaskan: “Kita sebagai rakyat sudah tepat datang ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi, karena DPRD harus memikirkan rakyat. Jangan DPRD justru menjadi beban pikiran rakyat! Jika kita ingin Kuningan menjadi baldatun thayyibatun wa robbun ghofur (negeri yang baik dan aman di bawah ampunan Tuhan), maka tanamkan iman dan takwa dalam diri para anggota dewan!”Pernyataan tegas Kyai Dodo ini menjadi penekanan akhir audiensi, sekaligus pesan moral yang menggema bagi seluruh anggota dewan.
Tekanan publik kini mengarah ke DPRD Kuningan akankah mereka bertindak nyata membersihkan rumah sendiri, atau terus menjadi “beban pikiran rakyat”? FMPK berjanji akan terus mengawal tuntutan ini hingga ada realisasi konkret. (Red)
