KUNINGAN – Gedung I Lantai 2 Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, Selasa 30 September 2025, menjadi panggung penting bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan. Di hadapan Kepala BKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, para deputi, direktur, serta jajaran Kanreg III BKN Bandung, rombongan dari Kuningan memaparkan hasil kerja berbulan-bulan yaitu sistem manajemen talenta aparatur sipil negara (ASN).
Presentasi itu bukan sekedar formalitas. Sejak Maret lalu, Kuningan telah melewati lima kali pendampingan, tiga kali bersama Kanreg III BKN dan dua kali dengan BKN pusat. Masing-masing sesi menelisik kesiapan regulasi, infrastruktur, hingga aplikasi pendukung.
“Alhamdulillah, respon BKN sangat bagus. Hasil pleno akan keluar tiga sampai empat hari setelah ekspos,” ujar Sekretaris BKPSDM Kuningan, Dodi Sudiana, Jumat (3/10/2025) kepada Cikalpedia.id
Menurut Dodi, sistem ini dirancang untuk mengakhiri pola lama pengelolaan karier ASN yang kerap dipengaruhi faktor subjektif. “Selama ini kan ada kesan like and dislike. Dengan manajemen talenta, setiap ASN tahu dimana posisinya, apa kekurangannya, dan bagaimana bisa naik ke level berikut,” katanya.
Dodi menjelaskan, jantung dari sistem ini adalah Nine Box Grid, sebuah metode pemetaan ASN berdasarkan potensi dan kinerja. Sumbu X menggambarkan potensi, dihitung dari rekam jejak pendidikan, kepangkatan, pengalaman jabatan, hingga riwayat hukuman disiplin. Sumbu Y menilai kinerja, diukur dari kehadiran, penghargaan, serta capaian penugasan.
Hasilnya, ASN ditempatkan pada sembilan kotak berbeda. Kotak 1 hingga 6 menggambarkan individu dengan berbagai keterbatasan yang harus dilengkapi. Sementara kotak 7, 8, dan 9 dihuni ASN dengan performa dan potensi tinggi.
“Pimpinan bisa langsung merekomendasikan promosi dari box 7, 8, atau 9. Kalau masih di bawah, ASN bisa tahu kekurangannya apa. Misalnya, belum pernah ikut diklat struktural, ya itu yang harus dipenuhi dulu,” kata Dodi.
Skema ini, menurutnya, menciptakan transparansi. ASN tak lagi menebak-nebak jalur karier. Semua terbuka lewat sistem. Bahkan, lewat aplikasi, setiap orang bisa melihat kecocokannya dengan berbagai jabatan.
“Ada dua arah. Jabatan mencari orang, dan orang mencari jabatan. Misalnya ada jabatan kosong di Kesbangpol, sistem akan memunculkan siapa saja yang memenuhi syarat. Sebaliknya, seorang ASN bisa lihat, dirinya cocok di sebelas jabatan apa saja,” ujarnya.
Meski Nine Box memberi gambaran awal, proses seleksi tidak berhenti di sana. Dari box 7–9, sistem akan menampilkan daftar kandidat potensial atau suksesor untuk setiap jabatan. Selanjutnya, ada tahap penilaian kompetensi teknis yang dilakukan Tim Manajemen Talenta ASN, pengganti Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) lama.
Tim ini terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala BKPSDM, Inspektur, dan kepala OPD terkait. Mereka menilai kecakapan teknis kandidat, melengkapi penilaian normatif yang sudah ada.
“Untuk jabatan pimpinan tinggi (JPT), porsi Nine Box itu 70 persen, sisanya 30 persen dari kompetensi teknis. Kalau administrator, 60 persen box dan 40 persen teknis. Pengawas 50:50,” jelas Dodi.
Bila diperlukan, Tim Talenta juga bisa melibatkan pihak ketiga, seperti akademisi, untuk melakukan pendalaman. “Ini supaya menghindari subjektivitas. Jadi bukan sekadar siapa dekat dengan siapa, tapi siapa yang benar-benar memenuhi syarat,” ujarnya.
Dikatakan Dodi, implikasi besar dari penerapan manajemen talenta adalah gugurnya kewajiban open bidding, termasuk untuk posisi strategis seperti sekretaris daerah. Selama ini, pengisian jabatan tinggi pratama kerap melalui proses lelang jabatan terbuka. Namun, dengan sistem baru, mekanisme itu dianggap tidak efisien.
“Kalau semua ASN sudah masuk assessment dan terpetakan di Nine Box, tidak perlu open bidding lagi. Ini lebih efisien, baik dari segi waktu maupun anggaran,” kata Dodi.
Dodi mencontohkan, untuk mengisi jabatan Sekda, seluruh eselon II harus sudah menjalani assessment. Dari situ, muncul filter siapa saja yang masuk box 7–9, lalu diseleksi lebih lanjut oleh tim talenta.
Meski begitu, hak prerogatif bupati tetap terjaga. “Hak itu masih ada, tapi dibatasi filter. Jadi bupati memilih dari kandidat terbaik, bukan dari semua orang. Dengan begitu, tetap ada ruang kebijakan pimpinan, tapi lebih transparan,” ujarnya.
Salah satu manfaat langsung yang diklaim Dodi adalah efisiensi anggaran. Open bidding biasanya menelan biaya besar, mulai dari iklan hingga seleksi berlapis. Dengan manajemen talenta, investasi utama hanya pada pelaksanaan assessment.
“Sekitar 500 ASN eselon III, IV, dan fungsional madya akan kita assessment Oktober ini. Eselon II sudah semua. Dari situ kita tahu potensi masing-masing, sehingga jalur karier lebih jelas,” kata Dodi.
Assessment ini meliputi aspek manajerial dan sosial kultural. Sementara kompetensi teknis akan diuji saat kandidat masuk daftar suksesor. “Prinsipnya keadilan. Semua ASN punya hak ikut kompetisi, asal sudah melalui assessment. Jadi tidak ada yang lompat jalur,” ujarnya.
Langkah Kuningan ini sejalan dengan agenda reformasi birokrasi nasional yang mendorong meritokrasi. Dengan sistem ini, jalur karier ASN menjadi lebih terukur, terbuka, dan berbasis data.
“Ini bukan sekedar aplikasi. Ini perubahan paradigma. ASN tidak lagi terjebak pada siapa yang dekat dengan pimpinan, tapi pada kompetensi dan kinerja,” kata Dodi.
Ia berharap, penerapan manajemen talenta bisa melahirkan birokrasi Kuningan yang lebih profesional. “Kita ingin ada kejelasan karier, ada transparansi, ada efisiensi. Dan yang paling penting, ASN bisa berkembang sesuai potensinya,” ujarnya.
Meski baru tahap awal, ekspos di BKN pusat memberi sinyal positif. Jika Kuningan berhasil, model ini bisa jadi rujukan daerah lain. “Kita sudah tunjukkan, daerah bisa membangun sistem talenta sendiri dengan pendampingan BKN. Sekarang tinggal menunggu hasil pleno,” kata Dodi.
Dengan begitu, roda birokrasi Kuningan tampaknya akan berputar ke arah baru yaitu dari pola lama yang sarat subjektivitas menuju manajemen berbasis data, merit, dan talenta. (ali)