Dalam sambutannya, Wabup Tuti menyampaikan apresiasi kepada panitia dan seluruh peserta. Namun ia menekankan bahwa Munas tidak cukup berhenti pada pertemuan seremonial, melainkan harus melahirkan keputusan yang terukur.
Pemerintah daerah, masih Wabup Tuti, membuka ruang kolaborasi dalam penguatan kapasitas santri, terutama di ranah pendidikan, dakwah, dan literasi keislaman. “Pesantren memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi muda,” ucapnya.
Di tengah dinamika pendidikan modern, keberadaan kitab Amtsilati yang menjadi rujukan tata bahasa Arab klasik tetap dipandang relevan. Melalui Munas ini, para peserta merumuskan penguatan kurikulum, peningkatan kompetensi pengajar, serta memperkuat ukhuwah antarpesantren di Indonesia. Forum tersebut juga menjadi ajang tukar pengalaman, metode belajar, hingga strategi dakwah yang lebih adaptif.
Munas Amtsilati ditutup dengan harapan agar jaringan santri dan pesantren semakin solid. Kuningan, lewat forum ini, bukan hanya menjadi tuan rumah, tetapi ikut membaca ulang peran pesantren di ranah kebudayaan dan pendidikan. Di saat banyak institusi pendidikan beradaptasi dengan teknologi, pesantren memilih memperkuat akarnya terlebih dahulu, mulai dari tradisi, ilmu, dan karakter. (ali)
