KUNINGAN – Di tengah riuh aktivitas apel pagi lingkup Sekretariat Daerah Kabupaten Kuningan, Senin, (23/6/2025), hadir sebuah momen yang lebih dari sekadar seremoni. Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, menyerahkan insentif bagi ratusan guru ngaji dan imam tajug se-Kabupaten Kuningan. Sebuah ikhtiar untuk menyulam kembali ikatan spiritual antara negara dan rakyatnya.
Langkah ini bukan sekadar program bantuan. Ia adalah buah dari satu tekad Ngaji Diri, sebuah program prioritas daerah bertajuk Nyaah ka Santri, ka Guru Ngaji, jeung Pesantren Mandiri. Di balik judul yang bersahaja itu, tersembunyi penghormatan pemerintah terhadap para penggerak pendidikan keagamaan non-formal yang selama ini menjadi tiang penyangga moral masyarakat Kuningan.
“Ini bukan semata bantuan finansial. Ini adalah bentuk penghargaan moral atas dedikasi yang tak pernah lelah,” ujar Bupati Dian dalam sambutannya.
Dian menyadari, nilai insentif takkan pernah cukup menandingi pengabdian para guru ngaji dan imam tajug, yang dengan istiqamah membina akhlak dan spiritualitas warga di pelosok-pelosok desa.
Program ini menyasar 1.000 guru ngaji dan imam tajug dari berbagai kecamatan, yang sebelumnya diseleksi melalui jalur administrasi. Penyaluran insentif dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama telah dilaksanakan pada 26 Mei 2025 di Pendopo, diberikan kepada 201 penerima. Tahap kedua rampung hari ini dengan penyaluran kepada 799 penerima lainnya. Dana insentif disalurkan langsung ke rekening masing-masing melalui Bank BJB.
Bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan, ini adalah bagian dari komitmen dalam 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati. Tapi lebih dari itu, ini adalah refleksi dari satu visi besar yaitu Kuningan Melesat. Sebuah cita-cita pembangunan yang tak hanya bertumpu pada kekuatan ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga dibangun dari pondasi moral dan spiritual yang kokoh.
“Kami ingin menegaskan bahwa kekuatan daerah ini bukan hanya pada jalan yang lebar atau gedung yang tinggi, melainkan juga pada hati yang jernih dan niat yang lurus. Dan itu semua dibina oleh guru ngaji dan imam tajug,” tutup Dian.
Dengan langkah ini, Kuningan seolah hendak menegaskan kembali satu hal bahwa dalam pembangunan, akhlak bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi. Dan guru ngaji, adalah para arsitek sunyi yang merancangnya. (red)
