“Kalau banyak yang golput, itu sinyal peran partai tidak maksimal. Koalisi pusat yang memaksa juga mengganggu kerja-kerja politik di daerah,” tambahnya.
Dari sisi pragmatis, menurunnya partisipasi bisa menandakan melemahnya praktik politik uang. “Bila tidak ada ongkos, jarak TPS yang makin jauh pun bisa membuat warga enggan datang,” katanya.
Adapun yang bersikap ideologis, entah menolak sistem atau sangat percaya pada sistem namun tidak percaya pada kandidat, juga bisa menyebabkan suara tidak sah karena memilih semua nama di surat suara.
Ceng Pandi menegaskan, menyalahkan KPU secara sepihak tidak adil. Penurunan partisipasi adalah cermin dari meningkatnya kesadaran kritis warga dan melemahnya daya tarik partai politik.
“Ini PR bersama. Penyelenggara harus masif sosialisasi, parpol wajib edukasi politik, dan pemimpin harus beri contoh baik. Jangan hanya janji, tapi bukti,” tegasnya.
Ia menyarankan publik menunggu hasil akhir rekapitulasi resmi sebelum mengambil kesimpulan terkait angka pasti partisipasi pemilih di Pilkada Kuningan 2024. (ali)