Cikalpedia
Nasional

Pemisahan Pemilu Ancaman Disintegrasi dan Kemunduran Demokrasi Konstitusional

Sekretaris Nasional BEM PTNU, Arip Muztabasani

JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) Se-Nusantara menyatakan sikap tegas terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Sikap itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Nasional BEM PTNU, Arip Muztabasani, Selasa (8/7).

Menurut Arip, putusan MK tersebut tidak sejalan dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 22E UUD 1945 yang menekankan prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Ia menilai pemisahan pemilu secara terpisah justru dapat mencederai keadilan elektoral serta melemahkan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional.

“Putusan ini sangat berpotensi menciptakan disintegrasi sistem pemilu dan disharmoni antara pusat dan daerah. Ini berlawanan dengan semangat checks and balances yang dijamin oleh UUD 1945,” tegas Arip.

Ia juga mengingatkan bahwa Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 sebelumnya secara eksplisit menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu serentak merupakan bentuk penguatan sistem presidensial, guna menciptakan keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan legislatif.

Lebih jauh, Arip menyebut bahwa pemisahan pemilu justru bertentangan dengan sejumlah asas fundamental dalam demokrasi konstitusional antara lain asas efisiensi pemerintahan yang diatur dalam Pasal 3 dan 4 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pemilu yang terfragmentasi akan memperbesar beban anggaran negara, memperpanjang kelelahan politik, dan menggerus efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian asas persamaan hak pilih dan keadilan politik. Menurutnya, Pemilu yang dijalankan dalam waktu berbeda membuka ketimpangan momentum politik bagi warga negara. Hal ini berpotensi melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum.

Selain itu, bertentangan dengan asas kepastian hukum. Dengan membatalkan preseden dari putusan-putusan sebelumnya, MK dinilai menciptakan ketidakpastian hukum dan inkonsistensi dalam pelaksanaan demokrasi elektoral.

Menyikapi hal tersebut, BEM PTNU Se-Nusantara menyerukan beberapa langkah strategis untuk menyelamatkan kualitas demokrasi dan memastikan arah kebijakan tidak menyimpang dari nilai-nilai konstitusional.

Baca Juga :  Tiga SKPD Tertibkan Pedagang Kaki Lima Kuningan

Pihaknya juga mendesak DPR RI dan Pemerintah untuk menunda pelaksanaan putusan MK hingga dilakukan kajian komprehensif terhadap dampak hukum, sosial, dan fiskal dari kebijakan ini. Kemudian meminta KPU agar tidak tergesa-gesa menyusun skema pemilu baru tanpa dasar hukum transisi yang kuat dan jelas. Mendorong Mahkamah Konstitusi agar membuka ruang peninjauan kembali (PK) konstitusional terhadap putusan ini jika memungkinkan secara hukum., dan menuntut keterlibatan publik dalam penjelasan dan pengambilan kebijakan turunan dari putusan ini, sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip kedaulatan rakyat.

“Demokrasi bukan sekadar urusan prosedural administratif. Ia adalah ruh dari keadilan elektoral, efisiensi sistem, dan kesetaraan hak rakyat dalam menentukan arah bangsa,” pungkas Arip.

Sebagai bagian dari gerakan intelektual muda Nahdlatul Ulama, BEM PTNU menegaskan komitmennya untuk terus mengawal jalannya demokrasi agar tetap setia pada amanat reformasi dan semangat konstitusi. (rls/Icu)

Related posts

Jamparing dan HRA Perkuat Kebijakan Berbasis Data

Ceng Pandi

Tagih Tuntutan Aksi, Siang Ini Aliansi Mahasiswa Gerudug DPRD Kuningan

Ceng Pandi

Puan Maharani Bela Korban Ojol, Desak Polisi Transparan Usut Insiden Rantis Brimob

Cikal

Leave a Comment