Selain itu, bertentangan dengan asas kepastian hukum. Dengan membatalkan preseden dari putusan-putusan sebelumnya, MK dinilai menciptakan ketidakpastian hukum dan inkonsistensi dalam pelaksanaan demokrasi elektoral.
Menyikapi hal tersebut, BEM PTNU Se-Nusantara menyerukan beberapa langkah strategis untuk menyelamatkan kualitas demokrasi dan memastikan arah kebijakan tidak menyimpang dari nilai-nilai konstitusional.
Pihaknya juga mendesak DPR RI dan Pemerintah untuk menunda pelaksanaan putusan MK hingga dilakukan kajian komprehensif terhadap dampak hukum, sosial, dan fiskal dari kebijakan ini. Kemudian meminta KPU agar tidak tergesa-gesa menyusun skema pemilu baru tanpa dasar hukum transisi yang kuat dan jelas. Mendorong Mahkamah Konstitusi agar membuka ruang peninjauan kembali (PK) konstitusional terhadap putusan ini jika memungkinkan secara hukum., dan menuntut keterlibatan publik dalam penjelasan dan pengambilan kebijakan turunan dari putusan ini, sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip kedaulatan rakyat.
“Demokrasi bukan sekadar urusan prosedural administratif. Ia adalah ruh dari keadilan elektoral, efisiensi sistem, dan kesetaraan hak rakyat dalam menentukan arah bangsa,” pungkas Arip.
Sebagai bagian dari gerakan intelektual muda Nahdlatul Ulama, BEM PTNU menegaskan komitmennya untuk terus mengawal jalannya demokrasi agar tetap setia pada amanat reformasi dan semangat konstitusi. (rls/Icu)