Cikalpedia
Hukum

Polemik LGBT di Kuningan Kian Memanas, Pemda Diminta Bertindak Cepat

KUNINGAN — Sebuah pembubaran spontan di Pasar Kepuh, Kelurahan Kuningan, Kecamatan Kuningan, berujung pada pusaran kontroversi yang kini memanas di ruang publik. Warga berinisial F, tanpa rencana, menghampiri sekelompok orang yang ia curigai bagian dari komunitas LGBT. Aksinya terekam video, menyebar di media sosial, dan memicu gelombang perdebatan.

Bagi F, itu sekadar reaksi spontan terhadap sesuatu yang ia nilai mengganggu ketertiban dan norma lokal. Namun, sejak video itu viral, ia mengaku menerima ancaman dari pihak yang diduga anggota komunitas tersebut baik melalui komentar daring maupun pesan pribadi. Ada pula kabar bahwa mereka berniat melaporkannya ke polisi.

“Awalnya ini reaksi spontan warga. Tapi setelah muncul ancaman, ini bukti keberadaan komunitas ini makin berani menantang,” kata Luqman Maulana, Sekretaris Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK).

Bupati Kuningan, Dian Rahmat Yanuar, menyatakan keprihatinannya. Pernyataan ini mendapat dukungan luas dari ormas keagamaan hingga komunitas seni-budaya. Namun, dukungan itu disertai nada desakan langkah nyata harus segera terlihat.

“Statement Bupati penting, tapi rakyat menunggu program konkret. Apa langkahnya, bagaimana pengawasannya, dan sejauh mana masyarakat bisa terlibat?” tanya H. Andi Budiman, Koordinator Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK).

Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Satpol PP sebelumnya telah merilis data tentang perkembangan komunitas LGBT di Kuningan yang dinilai mengkhawatirkan. Fakta itu kini menjadi amunisi publik untuk menuntut aksi preventif, penindakan, dan rehabilitasi sosial.

Keresahan tak berhenti di Pasar Kepuh. Video lain beredar, memperlihatkan aktivitas komunitas LGBT di sebuah kafe di kawasan wisata Palutungan. Informasi warga menyebut, kelompok ini rutin muncul tiap malam Sabtu dan Minggu. Fenomena serupa dilaporkan terjadi di kafe baru di Awirarangan.

Baca Juga :  FMPK Warning Disdikbud: LGBT dan Pergaulan Bebas Sudah Masuk SD!

Lokasi-lokasi ini dianggap rawan karena menjadi magnet anak muda, termasuk pelajar. Kekhawatiran pun menguat pola hidup yang bertentangan dengan norma sosial bisa merembes ke generasi muda.

Di tengah situasi ini, Inisiator Gerakan KITA, Ikhsan Marzuki, menawarkan empat langkah. Pertama, membentuk Satgas Pengawasan Ruang Publik yang melibatkan tokoh agama, aparat, dan masyarakat. Kedua, program edukasi berbasis keluarga dan sekolah. Ketiga, pengawasan ketat terhadap tempat hiburan malam. Keempat, layanan konseling dan rehabilitasi bagi mereka yang ingin kembali ke jalur sesuai norma.

“Kalau Pemda tidak segera turun tangan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Kalau itu terjadi, konflik sosial sulit dihindari,” ujar Luqman Maulana.

H. Andi Budiman menegaskan, isu ini bukan hanya soal moral, tetapi juga arah generasi. “Kalau tidak ada ketegasan, kita akan menyesal di kemudian hari,” ujarnya.

Toto Suripto, Ketua Perguruan Pencak Silat Bima Suci, memberi peringatan terakhir. “Masyarakat siap membantu pemerintah, tapi jangan biarkan mereka bergerak sendiri. Kalau rakyat jalan sendiri, yang rugi kita semua,” katanya. (rls/ali)

Related posts

Gerakan Pangan Murah Kini Sasar Kecamatan Garawangi

Cikal

Pemkab Kuningan–BTN Kolaborasi Dorong Inklusi Keuangan

Alvaro

DEEP Kuningan Soroti Putusan MK: Perpanjangan Jabatan DPR Dinilai Cederai Mandat Rakyat

Ceng Pandi

Leave a Comment