Cikalpedia
Pemerintahan

Sadam Nilai Ilustrasi Bupati Kuningan tentang Rumah Makan Ancam Demokrasi

Sadam Husen

KUNIGAN- Wawancara ekslusif di kanal youtube Cikalpedia.id. tentang Open Bidding Sekretaris Daerah kabupaten Kuningan, Bupati Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar, mengibaratkan dirinya sebagai pemilik rumah makan yang berhak memilih koki terbaik menurut versinya sendiri.

Dian menyampaikan bahwa karena dirinya yang bertanggung jawab, maka publik sebaiknya tidak ikut mencampuri urusan pemilihan pejabat, yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan, yang akan mendampinginya. Pengibaratan atau ilustrasi itu disampaikan Dian dalam video itu, disebut terinspirasi dari tulisan stafnya.

Pernyataan itu mendapat tanggapan, Sadam Husen, yang sejak awal kritis terhadap pemenuhan kekosongan jabatan tersebut. Sadam menegaskan Pemda di masa kepemimpinan, Iip Hidayat sudah melaksanakan open bidding untuk jabatan tersebut, dan Bupati Kuningan sebagai penerus kepemimpinan harus menerima hasil tersebut.

“Ilustrasi bahwa Pak Dian sebagai pemilik rumah makan mengandung kekeliruan berpikir yang cukup serius dan perlu dikritisi secara terbuka agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan daerah,” tutur Sadam, Kamis (11/9).

Pertama, lanjut Sadam, mengibaratkan pemerintahan seperti usaha pribadi merupakan bentuk kekeliruan konseptual. Menurutnya, pemerintah adalah institusi publik yang dibiayai oleh uang rakyat dan dijalankan atas dasar mandat konstitusional, bukan bisnis pribadi.

“Maka, menyamakan jabatan publik dengan rumah makan, dan pejabat dengan koki, jelas tidak tepat secara prinsip demokrasi,” tegasnya.

Kedua, menurutnya, menentukan pejabat hanya berdasarkan subjektivitas “saya yang bertanggung jawab” justru merusak sistem meritokrasi yang menjadi pilar birokrasi profesional. Menurutnya, penempatan jabatan tidak boleh didasarkan pada selera pribadi, melainkan pada kompetensi, rekam jejak, dan proses seleksi yang objektif.

“Ketiga, membungkus keputusan personal dalam narasi legalitas seperti “sudah sesuai prosedur Kemendagri” hanya menunjukkan cocokologi legal-formal yang menghindari kritik substansial tentang status dari OB 2024,” terang pemuda yang pernah menjabat sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah ini.

Baca Juga :  Embung Idola Jadi Saksi, Dian dan Opik Panen Bereng Ikan Nila

Hal keempat, Sadam menegaskan, menutup ruang partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan bertentangan dengan semangat keterbukaan dan akuntabilitas dalam pemerintahan yang sehat. Dalam sistem demokrasi, masyarakat bukan hanya objek kebijakan, tapi juga subjek yang punya hak untuk menilai dan mengawasi.

Menurutnya, pemerintah adalah milik rakyat, bukan milik Bupati. Oleh karena itu, kebijakan publik harus bersandar pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepentingan bersama, bukan sekadar kehendak personal pejabat terpilih.

Maka, jika seorang kepala daerah mulai merasa diri sebagai pemilik rumah makan dan bukan pelayan publik, itu adalah tanda bahaya. Menurut Sadam, mengamini logika itu secara tidak langsung masyarakat sedang menghadapi pemimpin yang lupa batas kuasa, abai terhadap esensi demokrasi, dan menjadikan jabatan sebagai kebun kekuasaan pribadi, bukan amanah rakyat.

“Jabatan publik bukan warung sendiri yang bisa diatur sesuka hati. Bila logika semacam ini dibiarkan, maka yang lahir bukan tata kelola pemerintahan, melainkan kerajaan kecil berbaju demokrasi,” tuturnya.

Sadam menegaskan, rakyat tidak memilih pemimpin untuk bertingkah sebagai pemilik usaha, tapi sebagai pengelola kepercayaan. Jika kepercayaan itu disalahgunakan, maka kritik bukan hanya wajar, tapi kewajiban moral setiap warga negara. (Ceng)

Related posts

Kuningan Raih Penghargaan Tata Ruang Terbaik se-Jawa Barat

Cikal

PAM Tirta Kamuning Raih TOP BUMD Awards Bintang 4 untuk Pertama Kalinya

Cikal

Target 46 Miliar, Bappenda Kuningan Dorong Pelunasan PBB Lewat Camat dan Kades

Cikal

Leave a Comment