Salah satu contoh komunikasi itu, Fauzi menyebutkan, adalah shalat, baik wajib maupun sunnah. Shalat yang dimaknai dan dihayati secara mendalam sertta penuh kekhusuan, mampu mengubah atau paling tidak mengalihkan kegelisahan dan kegalauan menjadi ketenangan dan kestabilan emosi.
“Saya kira komunikasi ini sangat relevan untuk semua generasi. Tetapi karena dinamika Gen Z lebih rentan dan sangat fenomenal, maka konteks penelitian ini dilakukan untuk gen Z,” tuturnya.
Selain shalat, Fauzi menambahkan, jenis komunikasi transendental meliputi doa dan dzikir atau proses dialog batin manusia dengan Tuhan yang menumbuhkan kesadaran tentang kehadiran Ilahi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi itu bukan sekadar menyampaikan pesan kepada Tuhan, melainkan merupakan pengalaman spiritual yang mengubah diri seseorang menjadi lebih bermakna dan sadar akan hakikat hidup.
Di tempat yang sama, Direktur PsPPI, Sopandi, menambahkan, shalat merupakan alat atau media yang diberikan kepada umat Islam supaya bisa terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Untuk mempertegas tentang tujuan tersebut, shalat merupakan ritual wajib yang jika seseorang meninggalkannya, maka disebut berdosa sekaligus dianggap merobohkan sebuah agama.
Karena itu, Ia juga menegaskan, pembelajaran tentang shalat yang menjadi komunikasi penting antara hamba dengan Tuhannya harus lebih diperdalam dan dibahas komprehensif. Selain tuntas secara syariat, shalat juga harus dimaknai secara substantif dan hakiki. Seingga dia berharap, shalat yang rutin dilaksankaan bisa menjad jembatan yang menghubungkan hamba dengan khaliqnya tanpa mengenal waktu, tempat, dan keadaan. “Kalau senantiasa terhubung dengan Tuhannya, insyaallah tidak akan ada lagi tindakan diskriminatif, pelecehan, pembantaian, penipuan, atau aktivitas keji dan munkar yang dilakukan oleh orang-orang yang tampak kelihatan shalat,” pungasnya. (Red)