Salah satu contoh yang disorot adalah kasus di Desa Kedungarum. Menurut Dian, ia mendapat laporan bahwa seorang warga belum menerima bantuan Rutilahu. Namun setelah dicek, ternyata rumah warga tersebut sudah dibangun, bantuan sosial dan BPNT pun lengkap. Hanya saja, rumah tersebut kini dihuni oleh anak dari penerima awal.
“Dianya malah senang tinggal di situ, katanya di bekas kandang. Ya itu hak dia. Tapi jadi masalah kalau datanya tidak valid dan dilaporkan seolah belum dibantu,” kata Dian.
Dian menekankan bahwa penyelesaian persoalan Rutilahu tak bisa diserahkan sepenuhnya ke level kabupaten. Ia menugaskan seluruh pihak, dari Dinas Sosial, camat, hingga kepala desa untuk aktif menjemput bola, bukan menunggu keluhan datang bertubi-tubi.
“Rutilahu bukan hanya soal bangunan, tapi ini tentang keadilan sosial dan empati kita. Jangan sampai yang benar-benar butuh malah terlewat,” pungkasnya. (ali)
