Antara Materi dan Misi
Masalah lain yang menjerat adalah orientasi guru yang terlalu materialistik. Tidak salah mencari penghasilan tambahan atau berharap kesejahteraan lebih baik—itu hak dasar setiap pekerja. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika motivasi utama bekerja sebagai guru hanyalah angka gaji. Seorang guru yang mengajar semata untuk menunaikan kewajiban administratif akan sulit menemukan makna. Sebaliknya, guru yang bekerja dengan kesadaran misi—bahwa ia sedang membentuk masa depan bangsa—akan menemukan energi yang jauh lebih besar.
Mungkin inilah krisis terbesar kita hari ini: guru kehilangan makna. Mereka terjebak rutinitas, lelah mengejar target administratif, tetapi tidak pernah benar-benar merasa sedang melakukan sesuatu yang besar.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Pertama, pemerintah dan lembaga pendidikan perlu menyeimbangkan pelatihan teknis dengan pelatihan mental. Jangan hanya ajarkan Koding dan KA, tapi latih juga kemampuan refleksi, resilien, dan coaching mindset bagi guru. Kedua, kepala sekolah harus berperan sebagai pemimpin pembelajaran yang menularkan optimisme, bukan hanya manajer administrasi. Budaya sekolah yang sehat lahir dari kepemimpinan yang visioner. Ketiga, guru sendiri harus berani keluar dari zona nyaman. Jika orientasi bekerja hanya pada gaji, maka setiap perubahan akan terasa sebagai beban. Tapi jika orientasi bekerja pada misi mulia, maka setiap perubahan akan terasa sebagai peluang.
Penutup: Menyelamatkan Masa Depan
Kemajuan teknologi memang tak bisa dibendung. KA akan semakin pintar, kurikulum akan semakin kompleks, dan dunia kerja akan semakin kompetitif. Namun, semua itu tidak ada artinya tanpa guru yang kuat secara mental, resilien, dan berprinsip growth mindset.
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar cita-cita di atas kertas. Ia hanya mungkin terwujud jika guru—orang yang setiap hari bersentuhan dengan masa depan bangsa—benar-benar siap, bukan hanya secara pengetahuan teknis, tapi juga secara mental. Jika hari ini guru masih mengajar business as usual di kelas, maka kita patut khawatir: jangan-jangan Indonesia Emas hanya akan jadi slogan kosong. Namun jika kita berani berbenah, menyehatkan mental guru, dan menanamkan growth mindset sebagai fondasi, maka jalan menuju 2045 akan lebih terang. Karena sejatinya, teknologi bisa membeli kecepatan, tetapi hanya mentalitas manusialah yang bisa membeli masa depan.
Oleh
Dr. Nanan Abdul Manan, M.Pd.
Praktisi dan Pemerhati Pendidikan Kuningan