Namun mereka lupa satu hal bahwa pintu yang terbuka tak akan berarti jika seseorang tak berani melangkah masuk.
Arga tidak menyangkal bahwa ia dibentuk. Ia diasah. Ia diarahkan. Tapi setiap keputusan, setiap kegagalan, setiap malam tanpa tidur itu ia jalani sendiri. Kepiawaiannya bukan hadiah instan, melainkan hasil mengamati, meniru, lalu berani berdiri dengan caranya sendiri.
Di antara tawa yang masih tersisa, Arga kembali duduk. Tepuk tangan mereda, acara berlanjut. Di wajah-wajah yang tadi menertawakannya, ia melihat pengakuan yang tak terucap, bahwa ia memang cakap, meski lahir dari bayang-bayang.
Dan mungkin, pikir Arga, inspirasi memang tak selalu lahir dari jalan sunyi. Kadang ia tumbuh dari keberanian mengakui aku dibimbing, tapi aku melangkah sendiri.
Cerita ini hanya fiksi belaka, Jangan lupa ngopi by Ali
