KUNINGAN – Siang itu, bau asam menusuk hidung. Dari arah aliran Sungai Cikaro, uap busuk yang terbawa angin menggantung di udara Dusun II Wana Asih, Desa Randusari, Kecamatan Cibeureum. Sudah bertahun – tahun, ratusan warga hidup berdampingan dengan aroma yang kian menyengat, limbah air buangan dari Bendungan Kuningan yang dibangun megah, tapi menyimpan luka ekologis di hulu.
Mereka tak sendiri. Di antara deretan rumah-rumah, muncul sosok H Rokhmat Ardiyan, Anggota Komisi XII DPR RI. Politikus Partai Gerindra itu datang, bukan cuma menyapa, melainkan membawa peta solusi yang bisa segera diterapkan.
Ardiyan tidak langsung menuju podium. Ia justru mengikuti arah langkah warga, berjalan kaki ke pinggir sungai, tempat aroma busuk bersarang. “Jangankan manusia, hewan pun pasti terganggu bau ini,” gumamnya di tengah kerumunan.
Warga mengadukan, sejak air bendungan dialirkan ke Brebes, Jawa Tengah, bau menyengat itu tak kunjung pergi. Dugaan pun mengemuka, yaitu residu tumbuhan yang membusuk di dasar bendungan menjadi bom biologis yang perlahan mencemari udara.
Tak menunggu waktu lama, Ardiyan menelepon Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung di hadapan warga. Ia mendesak solusi instan. “Kanopi tambahan harus segera dipasang. Dua hari dari sekarang,” pintanya tegas.
Janji disanggupi. Kanopi akan dipasang di pintu buangan air, sementara penanaman pohon penyerap bau akan dilakukan di sepanjang jalur sungai yang melewati dusun.
Namun bagi Rokhmat, ini belum cukup. Ia meminta BBWS melakukan uji laboratorium atas air dan udara di sekitar bendungan. Ia juga membuka kemungkinan terakhir yang paling drastic adalah relokasi 156 kepala keluarga.
“Kalau upaya teknis gagal mengatasi bau, saya akan perjuangkan relokasi. Jangan biarkan warga hidup seperti ini terus,” ujarnya.
Kepala desa diminta menyiapkan kajian awal relokasi. Ardiyan juga berjanji mendatangkan profesor dari perguruan tinggi untuk meneliti jejak kimia di balik aroma busuk ini.
Sebelum meninggalkan lokasi, Ardiyan membagikan ratusan paket sembako kepada keluarga terdampak. Ratusan warga, mayoritas ibu-ibu, menyambut dengan tepuk tangan panjang. Kampung yang lama dikepung aroma tak sedap, sejenak menghirup harapan. (ali)
