KUNINGAN – Pembangunan di Kabupaten Kuningan kembali menuai sorotan. Kali ini terkait dugaan pelanggaran aturan tata ruang dan konservasi lingkungan dalam proyek pembangunan Hotel Santika Premiere Kuningan yang berlokasi di kawasan wisata Linggajati, Desa Bojong, Kecamatan Cilimus.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menilai pembangunan hotel tersebut mencederai arah pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam Perda Nomor 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan 2011–2031, yang menetapkan Kuningan sebagai kabupaten konservasi berbasis pertanian dan pariwisata.
“Pembangunan ini keluar dari blueprint pembangunan. Harusnya yang diizinkan adalah industri kecil dan menengah berbasis hasil pertanian dan kehutanan, bukan industri besar seperti ini,” ujar Uha, Jumat (18/10).
Tak hanya soal arah pembangunan, Uha juga mengungkap bahwa proyek tersebut berpotensi melanggar Perda Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Lebih jauh, Uha menyebut, sejumlah pejabat Pemkab Kuningan telah dipanggil Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar, termasuk Camat Cilimus dan Kepala Desa Bojong. Mereka diperiksa terkait dugaan pelanggaran dalam proses rekomendasi perizinan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD).
“Hanya Ketua TKPRD saat itu yang belum dipanggil. Padahal, ia yang menandatangani surat rekomendasi,” kata Uha.
Menurut Uha, rekomendasi pembangunan dikeluarkan meskipun dalam kajian tata ruang, lokasi proyek berada di kawasan rawan bencana letusan gunung api.
“Ini sangat berbahaya. Apalagi ada perluasan wilayah yang melebihi denah awal serta dugaan penyalahgunaan air tanah untuk fasilitas hotel,” ujarnya.
Uha juga menuding lemahnya penegakan hukum sebagai penyebab banyaknya penyimpangan tata ruang di Kuningan. Ia menilai, kuatnya kepentingan sektoral dan kemungkinan gratifikasi turut memperparah situasi.
“Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Sudah saatnya aparat penegak hukum bersikap tegas dan menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk penataan ulang kebijakan pembangunan di Kuningan,” tegasnya.
Uha menyerukan agar komunitas lingkungan seperti Aktivis Anak Rimba (AKAR) dan kelompok pecinta alam lainnya ikut bersuara untuk menolak perizinan yang mengancam kelestarian lingkungan dan ekosistem.
“Dan kepada penyidik Tipiter Polda Jabar, tegakkan keadilan, meski langit runtuh,” pungkas Uha. (ali)

1 comment
Generally I do not read article on blogs, but I wish to say that this write-up very forced me to try and do it! Your writing style has been amazed me. Thanks, quite nice article.