“Kami atas nama ALAMKU, menyepakati meminta kepada Pak Presiden Prabowo untuk membubarkan saja TNGC di Kabupaten Kuningan dan sekali lagi kami meminta dibubarkan saja. Sudah terbukti, tadi masa aksi meminta penjelasan terkait debit air, namun tidak jelas. Termasuk tadi, kami tanya terkait air yang tidak berizin itu ada di wilayah Palutungan, belum di Pasawahan, dan Linggarjati,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BTNGC Kuningan, Toni Anwar, meminta permohonan maaf kepada massa aksi atas ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat selama ini. Ia bersikeras untuk menata ulang seluruh proses perizinan air dan membantah adanya pungutan liar atau korupsi di BTNGC.
“TNGC sedang menata pengelolaan air, jadi keteranjuran yang sudah sekian lama, kita akan tata kembali. Kami juga terbuka untuk berdialog dan mencari solusi terbaik bersama,” ujar Toni.
“Saya kira tidak ada korupsi dan pungli, dan saya menjamin itu. Untuk perizinan, kami secara langsung menyurati masing-masing pemanfaat, sehingga mereka harus berizin dan sekarang sudah dibuka kembali untuk perizinan komersil,” tambahnya.
Masa aksi merasa tidak puas dengan jawaban yang disampaikan oleh Kepala TNGC, bahkan untuk menindaklanjuti dugaan seperti pungli, korupsi, dan pengelolaan air ilegal, masa aksi akan melaporkan secara langsung kepada Kementerian Kehutanan RI.
Sebelum membubarkan diri, massa aksi menandatangani petisi yang sudah disediakan. Petisi tersebut berisi sejumlah tuntutan, mulai dari evaluasi total terhadap tata kelola air di kawasan TNGC, pengusutan dugaan pungli dan korupsi, hingga desakan pembubaran BTNGC di Kabupaten Kuningan apabila tidak mampu menjalankan tugas sesuai amanat pelestarian lingkungan. (Icu)
