YOGYAKARTA – Suasana hangat dan penuh keakraban terasa di Waruga Burjo, Jalan Jendral Sudirman, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta, Sabtu malam, (27/9/2025). Di warung sederhana yang sarat makna itu, Bupati Kuningan Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., bersilaturahmi dengan para pengusaha warmindo yang tergabung dalam Paguyuban Pengusaha Warga Kuningan (PPWK).
Acara turut dihadiri Pj Sekda Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., serta Plt. Kadis Kopdagperin Dr. Carlan, S.Pd., M.M.Pd. Pertemuan ini bukan sekadar temu kangen perantau dengan pemimpin daerah, melainkan ruang berbagi cerita tentang perjuangan, tantangan, hingga harapan ribuan warga Kuningan di tanah rantau.
Ketua PPWK, Andi Waruga, menuturkan, saat ini terdapat sekitar 800 outlet warmindo milik warga Kuningan di Yogyakarta. Setiap warung rata-rata menyerap 3–4 tenaga kerja. Jika ditambah pedagang gorengan dan usaha penopang lainnya, hampir 5.000 orang Kuningan menggantungkan hidup di kota pelajar ini.
“Warmindo bukan hanya warung, tapi ikon wajah keramahan urang Kuningan. Ia lahir dari semangat merantau, keberanian memulai usaha di tanah orang, dan hasilnya membawa berkah untuk keluarga di kampung halaman,” ujarnya.
Namun, di balik keberhasilan itu, para pengusaha menghadapi tantangan. Permodalan masih menjadi masalah klasik. Banyak dari mereka berdomisili di Kuningan, sementara usaha berada di Yogyakarta, sehingga menyulitkan survei perbankan. Belum lagi kekhawatiran pekerja asal Kuningan direkrut pengusaha besar dari luar daerah, serta munculnya pesaing seperti Burjo Burneo dan Burjo Andeska yang kini dikuasai pemodal eksternal.
Dalam dialog hangat itu, berbagai usulan mengemuka. Antara lain, kebutuhan pembangunan sekretariat bersama dan mobil siaga/ambulans, pembentukan koperasi terpisah dari PPWK agar tetap fokus sebagai wadah non profit, hingga gagasan membentuk wadah induk di Kabupaten Kuningan yang menaungi seluruh paguyuban perantau.
Bahkan muncul ide menggelar Hajat Akbar Perantau Kuningan, sebuah momentum silaturahmi besar yang mempertemukan anak daerah dari berbagai kota. Ada pula rencana kolaborasi mahasiswa asal Kuningan dengan pengusaha warmindo. Mahasiswa dapat berbagi ilmu manajemen, sementara pengusaha berbagi pengalaman jatuh bangun mengelola usaha kuliner.
Kedekatan itu begitu nyata. Mahasiswa asal Kuningan, misalnya, diperbolehkan makan dengan sistem “utang” jika belum mendapat kiriman dari kampung. Sebuah kisah sederhana yang memperlihatkan kuatnya persaudaraan perantau.
