KUNINGAN – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 di Kabupaten Kuningan diwarnai kritik tajam dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Melalui juru bicaranya, H. Jajang Jana, Banggar menyampaikan sederet catatan kritis yang bukan hanya menyinggung kualitas perencanaan, tetapi juga tata kelola pemerintahan yang dinilai masih jauh dari ideal.
Dalam rapat penyampaian pandangan Banggar belum lama ini dalam Rapat Paripurna DPRD, Jajang menegaskan bahwa penyusunan APBD tidak boleh sekadar memenuhi kewajiban administratif. Ia menuntut adanya keberanian pemerintah daerah untuk menata indikator, memperjelas program, dan memastikan setiap rupiah belanja publik benar-benar menjawab persoalan mendasar masyarakat.
“Bansos harus tepat sasaran dan akuntabel. Kita tidak ingin ada potensi ketidakadilan atau penyimpangan yang berulang,” ujar Jajang.
Banggar juga menyoroti bahwa selama ini, kriteria pemberian hibah dan bansos sering kali tidak memiliki indikator yang tegas, sehingga membuka ruang bias dan kepentingan sektoral.
Lebih lanjut, Banggar menuding adanya ego sektoral antar Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai masih menghambat optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kalau ego sektoral masih terjadi, jangan harap optimalisasi PAD tercapai. Semua harus bekerja dalam kerangka sinergi, bukan berlomba-lomba berjalan sendiri,” tegasnya, menuntut perubahan budaya kerja secara fundamental.
Banggar menilai sejumlah OPD yang menangani isu strategis masih belum menunjukkan keberpihakan anggaran yang jelas. Program terkait stunting, kemiskinan ekstrem, dan pengendalian inflasi. Tiga persoalan yang terus ditekankan pemerintah pusat, dinilai tidak digarap dengan cukup rinci.
“Setiap rupiah harus berdampak. Penajaman program adalah kunci agar anggaran tidak hanya terserap, tetapi memberi hasil nyata,” kata Jajang. Menurutnya, rincian belanja di banyak OPD masih bersifat generalis, bahkan terkesan copy-paste dari tahun sebelumnya tanpa inovasi dan tanpa breakdown yang tajam.
Kritik keras dialamatkan pada isu kemiskinan dan pengangguran. Banggar menilai isu tersebut lebih sering dijadikan slogan tahunan daripada diwujudkan dalam program nyata yang terukur.
Sorotan lain dialamatkan kepada PDAM Kuningan yang hingga kini dinilai belum memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD. Banggar meminta perusahaan daerah itu memperbaiki efisiensi operasional sekaligus meningkatkan mutu layanan publik yang menjadi hak dasar masyarakat.
