Cikalpedia
Cerpen

Dewan Bisu

Cikalpedia.id – Di kampung itu, orang-orang dulu bersorak gembira ketika seorang warganya berhasil duduk di kursi parlemen.

“Wah, akhirnya ada wakil kita yang bisa menyuarakan jeritan rakyat!” begitu kata tetua kampung sambil menepuk dada.

Namun, suara rakyat ternyata hanya berhenti di tenggorokan. Karena si wakil yang mereka banggakan itu ternyata lebih mirip patung lilin daripada orator.

Kalau ada acara warga—entah itu peringatan 17 Agustus, hajatan, atau sekadar rapat RT—nama beliau selalu tercantum di undangan. Kursinya selalu disediakan, bahkan mikrofon disiapkan.

Tapi apa yang terjadi?
Kursi kosong, mikrofon dingin, undangan hanya jadi formalitas.

Kalau pun sekali waktu datang, beliau hanya tersenyum mirip iklan pasta gigi, lalu berkata, “Mari kita makan bersama,” tanpa sambutan sedikit pun.

Padahal tugasnya menyuarakan aspirasi, bukan cuma menyuarakan selamat makan.

Di gedung parlemen, kondisinya lebih parah. Suara jangkrik lebih sering terdengar daripada suara sang dewan. Orang-orang sampai bercanda, “Itu kursi diisi orang, atau boneka? Karena tidak pernah terdengar sepatah dua kata pun.”

Kalau ada rapat, dia hadir dengan gaya serius—menulis, mengangguk, kadang pura-pura batuk biar terlihat sibuk. Tapi bicara? Jangankan debat, mengucap setuju saja tak pernah. Bahkan tombol setuju di mejanya lebih rajin bekerja daripada mulutnya.

Anehnya, di media massa, wajahnya sering muncul. Lengkap dengan keterangan foto:
“Anggota dewan berbicara lantang soal nasib rakyat.”

Padahal, kenyataannya yang berbicara hanya kamera. Sementara kata-kata berapi-api itu sebenarnya hasil “meracik kalimat” dari jurnalis, tentu saja seizin beliau.

Rakyat yang membaca berita jadi bingung, “Lantang di media, bisu di dunia nyata. Mungkin beliau sudah menemukan teknologi baru: bicara lewat keterangan foto.”

Baca Juga :  Pj Bupati Kuningan Kunjungi Desa Wisata Cibuntu, Rencana Gelar Festival Durian

Akhirnya, orang kampung memberinya julukan: Dewan Bisu.
Bukan karena tidak punya pita suara, tapi karena pita suaranya lebih memilih pensiun dini sejak duduk di kursi empuk.

Dan tiap kali ada orang bertanya, “Kapan ya beliau benar-benar menyuarakan aspirasi rakyat?”
Jawabannya sederhana: “Mungkin nanti… saat ada wartawan yang menulisnya lagi.”

Hanya Fiksi Sembari Ngopi by Bengpri

Related posts

Gubernur Jabar Minta Bandung Serius Benahi Drainase, Jalan, dan PJU

Cikal

Legislator Gerindra Dorong Sinergi BUMDes dan Kopdes di Purwasari

Alvaro

Proyek Jalan Wisata Cipari–Cisantana Ditarget Rampung Akhir November, Hotmix Lapis Pertama Tuntas

Cikal

Leave a Comment