KUNINGAN – Kericuhan pecah saat eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Kuningan di Jalan Baru Awirarangan Blok Cikole, Kamis (23/4/2025). Ratusan warga dan gabungan ormas serta LSM menghadang proses eksekusi, memicu ketegangan yang nyaris tak terkendali.
Eksekusi sebidang tanah seluas 525 meter persegi, berdasarkan Putusan Nomor 1/Pdt.Eks.HT/2023/PN KNG, sedianya akan dilakukan oleh juru sita pengadilan. Namun sejak pagi, warga sudah berkumpul di lokasi dan menyatakan penolakan. Spanduk protes dibentangkan, ban dibakar, dan orasi digelar.
Kepolisian yang dikerahkan dalam jumlah besar dipimpin langsung Kapolres Kuningan AKBP Muhammad Ali Akbar. Ia turun tangan meredam situasi dan membuka ruang mediasi.
“Kami hadir karena ini tugas negara, tapi juga harus ada solusi. Kalau belum ada titik temu, musyawarah difasilitasi oleh Pengadilan Negeri Kuningan tetap bisa ditempuh,” ujar Kapolres.
Pihak pengadilan akhirnya memutuskan untuk menunda eksekusi. Panitera PN Kuningan, Dadang Sudrajat, mengatakan keputusan ini diambil setelah dilakukan mediasi antara tergugat, Fariz Assaidy, dan aparat keamanan. Sementara pemohon eksekusi, Rini Nur Asih, tidak hadir.
“Penundaan ini hanya bersifat sementara, menunggu keputusan tetap dari pengadilan. Langkah ini diambil demi menjaga kondusifitas,” jelas Dadang.
Menurut warga, penolakan terjadi karena adanya dugaan kejanggalan dalam proses lelang yang dianggap tidak transparan dan merugikan pemilik lama.
Dalam insiden itu, pemilik lama lahan yang merasa dizalimi sempat histeris hingga pingsan di tengah kerumunan. “Kami akan tempuh jalur hukum. Eksekusi ini ditunda, dan itu jadi kesempatan untuk memperjuangkan hak saya,” kata Fariz usai kejadian.
Situasi akhirnya mereda setelah pihak kepolisian dan pengadilan meminta massa membubarkan diri. Namun konflik agraria di lokasi padat permukiman ini diprediksi belum selesai, dan berpotensi kembali memanas jika tak ada solusi permanen. (ali)
