KUNINGAN — Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2024 kembali menuai catatan tajam dari parlemen. Dalam pandangan umumnya, salah satu fraksi di DPRD Kabupaten Kuningan menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penyusunan hingga realisasi anggaran, termasuk capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinilai jauh dari harapan.
“APBD adalah dokumen publik dan instrumen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sayangnya, hingga LKPD diserahkan ke BPK, masih ada SKPD yang belum menyetor laporan keuangannya,” ujar juru bicara fraksi dalam sidang paripurna, H Uci Suryana.
Bukan hanya keterlambatan, fraksi juga mengkritisi lemahnya pencatatan keuangan berbasis akrual oleh Pemda. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan reviu internal Inspektorat menyebutkan, sebagian transaksi masih belum tercatat dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang memadai.
“Risiko salah saji sangat tinggi. Ini bukan hal baru, tapi terus berulang setiap tahun,” ujarnya
Pendapatan daerah tahun 2024 ditargetkan Rp3,154 triliun, meningkat dibanding tahun sebelumnya. Namun realisasinya hanya mencapai Rp2,858 triliun atau 90,60 persen. Angka ini bahkan lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2023 sebesar 92 persen.
Secara khusus, target PAD tahun 2024 dipatok Rp386,37 miliar. Namun realisasinya hanya Rp313,33 miliar atau sekitar 81,10 persen. Meski lebih baik dari tahun sebelumnya yang hanya 67 persen, fraksi menilai capaian ini masih terlalu rendah. “Kami minta penjelasan yang jujur dan transparan soal rendahnya PAD dalam 2-3 tahun terakhir,” tegasnya.
Penurunan paling signifikan terjadi pada retribusi daerah. Target retribusi tahun 2024 hanya Rp36,52 miliar—turun jauh dari tahun 2023 sebesar Rp156,63 miliar. Realisasi pun hanya 63,97 persen, masih jauh di bawah capaian 2021 yang sempat menembus 85,74 persen. “Padahal ini salah satu indikator langsung pelayanan publik,” katanya.
Meski ada capaian 100 persen dari BUMD seperti Bank Kuningan dan PAM Tirta Kamuning, fraksi juga menyoroti lonjakan tidak lazim dari retribusi pelayanan kesehatan di RSUD 45 Kuningan yang menembus 3.244 persen dari target semula Rp367 juta menjadi Rp11,93 miliar.
“Kenapa sebelumnya justru dimasukkan ke pendapatan lain-lain PAD yang sah? Ini perlu klarifikasi, karena jadi catatan BPK,” kata mereka.
PKB juga menggarisbawahi turunnya realisasi dana transfer dari pusat yang hanya 91,02 persen, dibandingkan 97,4 persen tahun lalu. Hal ini disebut sebagai penyebab membesarnya defisit riil APBD.
“Tingginya target PAD yang tak realistis diikuti dengan belanja besar, menyebabkan utang belanja dan penggunaan kas tidak sesuai peruntukan. Likuiditas daerah dalam kondisi tidak sehat,” ungkapnya.
Fraksi mendesak agar Pemkab Kuningan mengevaluasi perencanaan anggaran secara menyeluruh dan membangun sistem akuntabilitas yang ketat demi mencegah kekacauan fiskal serupa di masa depan. (red)
