“Ini bukan romantisme sejarah, tetapi tawaran konkret bagi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.”
PDIP juga mengajukan tiga isu strategis untuk dimasukkan dalam perencanaan anggaran ke depan, pemeliharaan sumber daya air Kuningan sebagai fondasi kebudayaan; penguatan tradisi gotong royong dan ekspresi seni; serta pengembangan kedaulatan pangan lokal dari hulu ke hilir.
Tak hanya itu, fraksi menyitir ayat-ayat suci sebagai basis spiritual sekaligus narasi politik alternatif. “Barang siapa bertakwa, Allah akan berikan jalan keluar dan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka,” kutipnya dari Surah At-Talaq.
Gagasan ini mengerucut pada satu poin besar: politik anggaran harus dilandasi oleh kebudayaan iman dan takwa, bukan hanya hitung-hitungan fiskal. Dengan begitu, keberpihakan pada rakyat tidak sekadar menjadi jargon, tetapi menjelma dalam kebijakan konkret yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Di akhir pandangan umumnya, fraksi menekankan perlunya transisi dari demokrasi prosedural ke demokrasi deliberatif. “DPRD bukan hanya ruang formal, tapi rumah pikiran rakyat. Di sinilah seharusnya ide-ide tumbuh, beradu, hingga menghasilkan kebijaksanaan,” kata Rana mengutip Bung Karno dan Plato.
Dengan nada filosofis dan ideologis yang jarang ditemui dalam forum anggaran, Fraksi PDI Perjuangan menjadikan momen LPJ APBD 2024 ini bukan sekadar evaluasi, tapi titik tolak untuk merumuskan ulang arah kebijakan daerah dari manajemen fiskal menuju rekayasa kebudayaan. (red)