JAKARTA – Dalam Rapat Koordinasi Nasional bertema “Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah Daerah yang Bebas dari Korupsi Pasca Pelantikan Kepala Daerah”, yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Candi Bentar Hall, Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menyampaikan pandangan tajam dan reflektif.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang turut dihadiri kepala daerah, pimpinan DPRD, dan jajaran pemerintahan lainnya ini, KDM menyoroti bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga melalui reformasi fiskal, efisiensi birokrasi, serta perbaikan budaya politik di tingkat pusat dan daerah.
KDM menegaskan bahwa tujuan utama pemberantasan korupsi adalah memastikan negara memiliki kekuatan fiskal yang cukup untuk menjalankan layanan publik secara optimal. Ia menyebut empat sektor prioritas yang harus terus ditingkatkan: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelayanan publik termasuk iklim investasi.
“Korupsi bukan cuma soal maling uang negara. Tapi juga tentang struktur dan budaya. Tentang ketidakefisienan dan sistem yang memboroskan uang publik tanpa manfaat jelas,” ujarnya.
Menurut KDM, korupsi terjadi dalam dua bentuk: Struktural, yang secara terang melanggar hukum. Kultural, yaitu praktik yang secara teknis legal tetapi secara moral dan finansial merugikan negara, seperti pemborosan anggaran melalui perjalanan dinas yang tidak produktif.
Ia menyoroti bagaimana anggaran DPRD terutama di tingkat provinsi dan kabupaten, banyak tersedot untuk kegiatan perjalanan, yang sebenarnya tidak mendukung fungsi legislatif secara maksimal.
KDM menyarankan agar sistem tunjangan DPRD diubah menjadi berbasis rapat dan produktivitas, bukan berbasis perjalanan dinas. Menurutnya, hal ini akan menciptakan insentif yang lebih sehat dan menghindarkan anggota dewan dari ketergantungan pada uang jalan.
“Kalau sudah berbasis rapat, anggota DPRD pasti akan datang ke kantor. Karena kalau tidak rapat, tidak dapat penghasilan. Ekonomi daerah pun berputar secara lokal, bukan lari ke hotel-hotel di kota besar.” Ucapnya.
Masalah lain yang disorot KDM adalah struktur birokrasi yang terlalu gemuk dan sistem tunjangan kinerja (Tukin) yang hanya berbasis laporan administratif, bukan dampak langsung pada pelayanan publik.
“Tukin hari ini berbasis absensi, foto, video, bukan layanan riil. Akibatnya layanan ke masyarakat rendah, tapi tunjangan tinggi.” Sindir KDM.
Ia menyebut bahwa pemerintah harus mengarahkan tunjangan berdasarkan hasil nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat, bukan sekadar kelengkapan dokumen digital.
Tak hanya pejabat, masyarakat pun perlu diajak berubah. Dedi mencontohkan ironi layanan pendidikan gratis dari SD hingga SMA, tapi uang jajan siswa bisa mencapai Rp30 ribu per hari.
Menurutnya, negara sudah berbuat, tapi publik juga harus berkontribusi dengan perilaku yang efisien dan sadar tanggung jawab.
Dedi mengajak pemerintah untuk mulai membuka seluruh anggaran daerah melalui media sosial secara rinci. Ia menyebut, alih-alih ditutup-tutupi, publik justru lebih percaya jika diberi akses membaca dan memahami anggaran langsung.
“Tampilkan saja APBD kita di TikTok, di Instagram. Biar rakyat tahu dan menilai. Karena semakin ditutup, publik justru makin penasaran,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Menutup sambutannya, Dedi mengusulkan pentingnya pemerintah menyiapkan dana darurat atau “flat fund” yang bisa langsung digunakan kepala daerah untuk merespons bencana atau situasi sosial tanpa harus menunggu pembahasan panjang.
“Kalau ada banjir, longsor, atau butuh alat berat, kepala daerah harus bisa langsung eksekusi. Kalau semua harus tunggu pembahasan anggaran, rakyat bisa keburu menderita.” Tegas KDM.
KDM menekankan, tugas pencegahan korupsi bukan hanya milik KPK, tapi seluruh sistem negara. Pencegahan bisa berjalan jika pejabat diberi ruang fiskal yang adil, publik diberi akses informasi, dan seluruh pihak mau berubah.
“Kita semua pasti ingin dipanggil oleh Direktur Pencegahan, bukan Direktur Penyidikan. Karena yang satu diajak diskusi, yang satu diajak ‘pergi’,” tutupnya, disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.(Beng)
