“Dan aku…” Gula Pasir bicara pelan, “…aku hanya memastikan kalian bisa diterima.”
Bubuk Kopi mencibir. “Ah, basa-basi! Tanpa kau pun manusia tetap meminumku.”
“Tentu,” sahut Gula, “tapi mereka akan menyeringai, bukan tersenyum.”
Air Panas ikut menimpali, “Kau selalu jadi yang paling banyak diminta, tapi tak pernah dipuji.”
“Itulah ketulusan,” ujar Gula dengan suara yang hampir larut bersama dirinya, “Dicintai dalam senyap, dibutuhkan tanpa disadari, dan menghilang untuk membuat yang lain terasa lengkap.”
Sementara itu, di luar cangkir, manusia sedang menyeruput. “Ah, ini baru kopi!” katanya puas.
Tidak ada yang menyebut nama Gula. Tidak ada yang berterima kasih padanya. Tapi semua tahu, tanpanya, kopi tak akan terasa senikmat ini.
Dan Gula pun kembali larut, menjadi anonim dalam kehangatan.
Hanya Fiksi Sembari Ngopi by Bengpri