Tantangan terbesarnya adalah keberpihakan anggaran. Abdul Mu’ti secara transparan mengakui bahwa alokasi dana pendidikan nasional tahun depan mengalami tekanan akibat kebijakan efisiensi. “Nominal anggarannya masih kami hitung dan akan dibahas bersama Komisi X DPR. Tahun depan ada kebijakan efisiensi, jadi semua program harus disesuaikan secara cermat,” ujarnya.
Selain infrastruktur, krisis tenaga pendidik spesialis menjadi rapor merah yang harus segera dibenahi. Menariknya, Kementerian tidak memilih jalur instan dengan merekrut guru baru secara masif. Alih-alih demikian, Abdul Mu’ti memilih jalan “pemberdayaan sumber daya internal”.
Pemerintah akan melakukan pelatihan besar-besaran bagi guru-guru reguler yang sudah ada agar mereka memiliki kompetensi sebagai guru pendamping ABK. “Pendampingan ini nantinya akan dihitung sebagai pemenuhan jam mengajar. Jadi, ini bukan beban tambahan bagi guru, melainkan bagian dari pengembangan karier dan kompetensi mereka,” jelasnya.
Skema ini diharapkan dapat menambal lubang kekurangan guru pendamping di sekolah inklusi maupun SLB tanpa harus membebani anggaran belanja pegawai secara berlebihan. Program pelatihan ini diproyeksikan berjalan secara intensif hingga 2026, bersamaan dengan persiapan mata pelajaran wajib Bahasa Inggris pada 2027.
Menutup kunjungannya di Kuningan, Abdul Mu’ti mengingatkan bahwa revitalisasi pendidikan inklusif adalah lari maraton, bukan lari sprint. Meskipun kuota revitalisasi nasional ditargetkan menyentuh 60 ribu satuan pendidikan, kualitas manusia tetap menjadi sasaran utama.
“Yang kita bangun hari ini bukan hanya tembok sekolah yang kokoh, tetapi juga masa depan anak-anak kita yang sering terlupakan. Pendidikan inklusif adalah instrumen untuk memanusiakan manusia,” pungkasnya.
Dengan berakhirnya kunjungan Mendikdasmen, beban kini beralih ke pundak pemerintah daerah dan masyarakat Kuningan, sejauh mana mereka mampu menjaga fasilitas ini dan yang lebih penting, sejauh mana mereka mampu menerima setiap anak apa pun kondisinya sebagai bagian utuh dari masa depan bangsa. (ali)
