KUNINGAN – Di antara bayang sakral Gedung Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur, batik bukan sekadar kain, melainkan doa yang dijahit dengan filosofi. Senin, (16/6), dalam rangkaian Upacara Adat Seren Taun 22 Rayagung 1958 Saka Sunda, Pemerintah Kabupaten Kuningan menggelar Pameran dan Talkshow Batik Paseban dan Kamuning bertajuk “Menembus Cakrawala”.
Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, yang hadir bersama Wakil Bupati Tuti Andriani, menyebut kegiatan ini bukan sekadar pesta visual dari sehelai kain berwarna, melainkan juga pengingat akan denyut hidup peradaban yang berakar dari tanah Sunda.
“Pameran ini adalah langkah besar yang menyuarakan pesan: bahwa Batik Paseban dan Kamuning bukan hanya milik Kuningan, tetapi milik dunia,” ujar Dian
Dian juga menegaskan pentingnya menjaga roh budaya, bukan sekadar bentuk lahiriahnya. Dalam suasana yang khidmat, Ia mengutip petuah Sunda, “Ngamumule budaya téh lain ukur ngajaga lahirna, tapi ogé ngariksa jiwana” sebuah pengingat bahwa kebudayaan tidak hidup hanya dari pelestarian fisik, tapi dari pemeliharaan makna dan jiwa yang menyertainya.
Bagi Dian, Batik Paseban dan Kamuning adalah wujud dari kearifan lokal. Ia menyebutnya sebagai “bahasa diam” yang lahir dari ketekunan, kehalusan rasa, dan keterhubungan manusia dengan alam serta spiritualitas. Dalam setiap goresan malam pada batik, tersimpan filosofi tentang harmoni, kesederhanaan, dan keagungan hidup.
“Cigugur, kampung kecil dengan jiwa besar, telah lama menjadi penjaga nilai-nilai luhur Sunda dan pusat dialog budaya,” ujarnya,
Dian juga menyampaikan apresiasi kepada para penggiat budaya di Paseban yang telah memberi identitas visual bagi masyarakat Kuningan melalui Batik Kamuning.