Lebih lanjut, Abah Aam menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi terbuka merupakan perwujudan dari prinsip good governance, yakni tata kelola pemerintahan yang menjunjung tinggi transparansi dan meritokrasi.
“Open bidding ini adalah pesan bahwa jabatan publik tak boleh dikuasai oleh kepentingan politik jangka pendek. Ini bukti Pj Bupati tidak asal tunjuk, tetapi ingin memastikan bahwa Sekda terpilih adalah yang terbaik dari sisi kapasitas dan integritas,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penundaan open bidding justru berpotensi memicu ketidakpastian dan stagnasi di tubuh birokrasi. Hal itu dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelayanan publik yang kini tengah diuji dengan berbagai persoalan riil masyarakat.
“Ini soal kesinambungan pelayanan. Pemerintahan tak boleh berhenti hanya karena sedang menunggu Pilkada,” tegasnya.
Menjaga Netralitas Birokrasi
Dengan mendukung langkah Pj Bupati, Abah Aam berharap proses seleksi dilakukan secara terbuka, objektif, dan bebas dari intervensi politik praktis. Menurutnya, Kuningan membutuhkan birokrasi yang netral namun progresif, apalagi dalam menyambut era pembangunan pasca pandemi dan pesta demokrasi serentak.
“Kami percaya, Pj Bupati sudah mempertimbangkan banyak hal. Yang terpenting, rakyat tetap mendapatkan pelayanan optimal dan pemerintahan berjalan efektif,” pungkasnya. (ali)