KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan resmi mengeluarkan larangan penggunaan kendaraan bermotor bagi peserta didik, menyusul instruksi Gubernur Jawa Barat soal keselamatan pelajar. Kebijakan ini mulai diterapkan secara bertahap, dengan pengecualian ketat untuk kondisi tertentu.
Larangan tersebut dituangkan dalam surat edaran resmi yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kuningan, menyasar pelajar di tingkat SD dan SMP. Sementara untuk SMA dan SMK, pelaksanaan menjadi kewenangan KCD X Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
“Ini amanat langsung dari Gubernur. Kabupaten Kuningan mulai memberlakukan secara bertahap, diawali dengan edukasi dan sosialisasi kepada siswa dan orang tua,” kata U. Kusmana, Kepala Disdikbud Kuningan, kepada wartawan.
Agar tidak terjadi resistensi, kata Uu, pihak sekolah akan menggandeng unsur kepolisian sektor (Polsek) dan Koramil di masing-masing wilayah untuk memberikan pemahaman langsung kepada masyarakat mengenai urgensi kebijakan ini. Sosialisasi akan dilakukan melalui sekolah dan forum pertemuan orang tua.
Namun demikian, ia menyadari karakteristik geografis Kuningan yang berbeda dengan wilayah perkotaan. Di sejumlah desa, akses transportasi umum minim, sementara jarak rumah ke sekolah cukup jauh.
“Kami membuka pengecualian terbatas, hanya untuk siswa yang rumahnya jauh—lebih dari 1 sampai 2 kilometer—dan tidak memiliki pendamping atau akses transportasi umum,” jelas Uu.
Untuk bisa membawa motor ke sekolah, siswa harus memenuhi persyaratan administratif berupa surat pernyataan resmi, yang ditandatangani oleh:
- Orang tua atau wali murid
- Kepala sekolah
- Kepolisian setempat
Isi surat tersebut menegaskan bahwa kendaraan hanya digunakan untuk keperluan sekolah. Di luar jam pelajaran, siswa tidak boleh menggunakan motor tersebut untuk aktivitas lain seperti nongkrong atau jalan-jalan.
“Jika kedapatan menyalahgunakan, izin akan dicabut dan siswa akan diberi sanksi disiplin sekolah,” tegas Uu.
Uu juga menyoroti fenomena meningkatnya penggunaan motor listrik oleh siswa SD. Menurutnya, meski tidak menggunakan BBM, kendaraan listrik tetap berpotensi membahayakan karena anak belum memiliki kemampuan dan tanggung jawab berkendara.
“Kami temukan anak-anak SD datang ke sekolah pakai motor listrik. Ini sangat membahayakan, tetap kita larang,” ujar Uu.
Kebijakan larangan ini akan terus dievaluasi secara berkala, sembari melihat efektivitas sosialisasi dan kepatuhan siswa serta orang tua.
Disdikbud menegaskan bahwa kebijakan ini dilandasi semangat keselamatan berlalu lintas, sekaligus sebagai langkah preventif dari banyaknya pelanggaran hukum oleh anak di bawah umur. Berdasarkan data nasional, pelajar masih mendominasi kecelakaan lalu lintas, sebagian besar karena berkendara tanpa SIM dan tidak memakai helm.
“Kami ingin pelajar fokus belajar, bukan pamer motor atau ugal-ugalan di jalan. Keselamatan mereka lebih penting dari segalanya,” ujar Uu.
Ketika aturan telah diterapkan penuh, pihak sekolah akan diberi kewenangan memberikan sanksi kedisiplinan secara internal, termasuk pemanggilan orang tua hingga teguran tertulis. (ali)
