KUNINGAN – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Kuningan mengajukan serangkaian catatan tajam terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2026. Dalam pandangan umumnya yang dibacakan pada rapat paripurna DPRD Kuningan belum lama ini, mereka menyoroti ketimpangan struktur anggaran antara belanja pegawai dan belanja publik, lemahnya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta belum meratanya pembangunan antar wilayah kecamatan.
Pandangan itu disampaikan dengan nada kritis namun konstruktif. Bagi Fraksi PKB, RAPBD bukan sekedar dokumen keuangan, tetapi cermin dari arah pembangunan dan moralitas pengelolaan pemerintahan. “APBD harus menjadi instrumen kesejahteraan, bukan sekedar daftar angka,” ujar juru bicara fraksi PKB Hj. Inayah Hadiatnika, S.Pd.I dalam rapat di Gedung DPRD Kuningan, belum lama ini.
Fraksi PKB menilai, beban terbesar dalam RAPBD 2026 masih terletak pada pos belanja pegawai. Dari total belanja daerah yang mencapai triliunan rupiah, lebih dari Rp1,3 triliun dialokasikan untuk gaji dan tunjangan aparatur. Sementara itu, belanja modal yang seharusnya menjadi motor pembangunan fisik dan pelayanan public hanya berkisar Rp146 miliar.
Kondisi ini, menurut fraksi, mempersempit ruang fiskal daerah untuk bergerak. “Belanja pegawai terus membengkak, sementara ruang bagi pembangunan produktif makin menyempit. Ini mengancam percepatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Inayah.
PKB mendesak Bupati melakukan efisiensi belanja pegawai tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik. Efisiensi, kata mereka, bukan berarti memangkas hak ASN, tetapi mengarahkan anggaran secara lebih bijak, menghapus duplikasi kegiatan, menekan biaya non-prioritas, dan mengedepankan hasil kerja nyata.
Fraksi juga meminta agar setiap rupiah dalam belanja modal diarahkan pada sektor produktif. Prioritasnya, kata mereka, mesti menyentuh infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, irigasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan. “Pembangunan harus berjejak, bukan sekadar tercatat di dokumen,” tegasnya.
Pendapatan Asli Daerah Masih Rapuh
Dalam aspek pendapatan, Fraksi PKB mengkritik masih lemahnya kinerja PAD. Menurut mereka, pemerintah terlalu bertumpu pada pajak tanpa mengembangkan potensi lain seperti pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif. Ketergantungan terhadap transfer pusat pun dinilai belum berkurang.
“PAD seharusnya menjadi simbol kemandirian fiskal daerah. Namun kenyataannya, struktur pendapatan kita masih rapuh,” kata Inayah.
PKB menilai perlunya langkah konkret memperluas basis pendapatan. Salah satu usulan mereka adalah digitalisasi sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah, termasuk penerapan cash register online untuk sektor restoran dan hiburan. Fraksi menilai, rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang sistem daring pengawasan pajak daerah seharusnya segera ditindaklanjuti.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar pemerintah membangun model kemitraan ekonomi lokal berbasis potensi desa. PKB menyebut potensi ekonomi masyarakat seperti koperasi, BUMDes, dan UMKM belum diintegrasikan dengan kebijakan fiskal daerah. “Kalau setiap desa punya kegiatan ekonomi produktif yang terhubung dengan pasar kabupaten, PAD akan tumbuh tanpa harus menaikkan pajak rakyat kecil,” ujar Inayah.
Pemerataan Pembangunan Masih Jadi PR
Dalam pandangan politiknya, Fraksi PKB menyinggung masih lemahnya pemerataan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan anggaran antar kecamatan masih mencolok, sementara sejumlah fasilitas publik di wilayah pinggiran belum tersentuh APBD.
Fraksi mencontohkan kondisi infrastruktur di beberapa kecamatan yang masih tertinggal, mulai dari jalan rusak, gedung sekolah tak layak, dan irigasi terbengkalai. Mereka menilai, jika pola distribusi anggaran masih sentralistik dan tidak berdasar riset sosial-ekonomi yang jelas, maka keadilan pembangunan sulit tercapai.
“Pemerataan bukan jargon politik. Ia harus tercermin dalam dokumen anggaran,” ucapnya.
PKB juga menekankan pentingnya data dan riset sebagai dasar kebijakan. Rasionalisasi anggaran, kata mereka, harus mengacu pada indikator empiris seperti gini rasio untuk mengukur ketimpangan antar wilayah. Tanpa itu, RAPBD hanya menjadi daftar keinginan, bukan rencana pembangunan yang berdasar.
Kritik pada Kinerja BUMD
Dalam sidang yang sama, Fraksi PKB turut menyinggung penurunan target penerimaan dari deviden BUMD, terutama Bank Kuningan dan Perumda Air Minum Tirta Kamuning. Mereka menilai, kontribusi dua lembaga itu terhadap PAD masih jauh dari harapan.
