Cikalpedia
Cerpen

Rahasia di Hari Bahagia

Cikalpedia – Hujan turun pelan, membasahi halaman rumah yang dipenuhi tenda putih. Lampu-lampu gantung bergoyang tertiup angin, memantulkan cahaya lembut. Di balik tirai kamar pengantin, Nisa duduk di depan cermin, mengenakan kebaya putih gading. Cantik. Penuh harap. Tapi di luar kamar, ayahnya, Pak Amir, mondar-mandir dengan wajah pucat.

Malam itu seharusnya malam bahagia.

Tapi tidak untuk Pak Amir.

Ia memegang selembar kertas usang yang sudah lama ia simpan—akta kelahiran asli Nisa, yang tak pernah ia berikan. Tangannya gemetar.

Di ruang tamu, Pak Marwan, sahabatnya, berdiri ragu. “Kau yakin mau bilang sekarang, Mir?”

Pak Amir menatap ke arah kamar Nisa dengan mata berkaca.

“Aku tak bisa diam lebih lama, Mar… Aku bukan ayah kandungnya. Dan dia harus tahu itu. Sebelum ijab kabul, sebelum semuanya jadi lebih rumit.”

“Dia mungkin hancur.”

“Aku tahu.” Suaranya pecah. “Tapi lebih baik dia tahu dari mulutku sendiri… bukan dari orang lain.”

Nisa terkejut melihat ayahnya masuk ke kamar dengan wajah suram. “Ayah… kenapa? Ada apa?”

Pak Amir duduk di sampingnya, menatap wajah anak yang ia besarkan sejak bayi. Bibirnya bergetar.

“Nak… Ayah mau bicara. Ada hal penting… sebelum kamu duduk di pelaminan besok.”

Nisa menggenggam tangan ayahnya. “Kenapa ayah menangis? Ada apa?”

Pak Amir menghela napas panjang, lalu berkata dengan suara bergetar, “Kamu bukan anak kandung Ayah, Nisa.”

Ruangan terasa membeku. Nisa melepaskan genggamannya. Wajahnya berubah pucat.

“Apa… maksud Ayah?” bisiknya.

“Dua puluh dua tahun lalu, Ayah menemukanmu… bayi mungil, dibungkus selimut, ditinggalkan di mushola dekat rumah. Saat itu, Ayah dan Ibumu baru kehilangan bayi… Kami anggap itu takdir. Anugerah dari Tuhan. Kami rawat kamu, kami beri nama, kami besarkan sepenuh hati…”

Related posts

Rotasi Jabatan dan Dinamika Balas Budi Politik: Ujian Awal Bupati Baru Kuningan

Cikal

BAZNAS Kuningan Raih Penghargaan Nasional Program Rumah Layak Huni

Alvaro

Sholawat Akbar “2 Cahaya Kemenangan” Bersama Iwan Bule dan Habib Luthfi

Cikal

Leave a Comment