KUNINGAN — Ratusan tenaga honorer dari kategori R2 dan R3 memadati kawasan Gedung DPRD Kuningan, Kamis, 16 Januari 2025. Mereka melakukan aksi unjuk rasa menuntut kejelasan status kepegawaian yang dinilai mengambang selama bertahun-tahun.
Para peserta berasal dari berbagai profesi, mulai guru, tenaga kesehatan, staf administrasi, hingga tenaga teknis dinas. Mereka membawa spanduk dan poster bertuliskan tuntutan pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara penuh.
“Kami menuntut keadilan dan kepastian masa depan,” kata Otong Supriatna, Sekretaris Forum Honorer R2 dan R3. Menurutnya, ribuan honorer telah mengabdi puluhan tahun namun tak kunjung mendapatkan pengakuan formal dari negara.
Dalam pernyataannya, Forum Honorer menyampaikan empat tuntutan utama:
- Pengangkatan honorer menjadi PPPK full time secara bertahap hingga 2027.
- Penolakan pembukaan formasi umum CPNS/PPPK sebelum honorer R2-R3 diangkat.
- Pengesahan RPP turunan UU ASN Nomor 20/2023 untuk mengakomodasi tenaga honorer.
- Penerbitan Keppres tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK full time.
Mereka juga mengkritik jumlah formasi PPPK yang sangat terbatas di Kabupaten Kuningan, yakni hanya 585 formasi, jauh dari total tenaga honorer yang mengabdi.
“Ini ketidakadilan yang nyata. Kalau bukan kita yang perjuangkan, siapa lagi?” tegas Otong, menyerukan solidaritas sesama honorer.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, menemui langsung massa aksi. Ia menegaskan, DPRD akan mengawal aspirasi ini secara konstitusional.
“Persoalan ini menyangkut tiga unsur: pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPRD sebagai pengawas,” ujarnya.
Menurut Zul, keterbatasan formasi dan anggaran menjadi kendala utama. Namun ia optimis, peluang pengangkatan terbuka seiring pegawai yang pensiun setiap tahun.
Zul juga menanggapi kekhawatiran soal gelombang pendaftaran baru yang berpotensi disusupi peserta tak layak. “Laporkan saja. Kami akan pastikan honorer yang tidak memenuhi syarat tidak akan lolos,” tegasnya.
Aksi yang berlangsung damai ini menandai babak baru dalam perjuangan tenaga honorer di Kuningan. Tekanan publik terhadap DPRD dan pemerintah daerah kian kuat untuk segera mengambil langkah konkret mengatasi polemik menahun ini.
Jika tidak segera ditanggapi, gelombang ketidakpuasan diprediksi akan meluas. Para honorer berharap suara mereka kali ini benar-benar didengar. (ali)
