KUNINGAN – Wacana pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi birokrat kembali mencuat. Kali ini bukan karena kinerja, tapi karena krisis. Pemerintah Kabupaten Kuningan tengah dihadapkan pada kenyataan pahit yaitu transfer dana dari pemerintah pusat dan provinsi menyusut signifikan. Sementara roda pemerintahan tak bisa berhenti, apalagi pembangunan.
Duet kepemimpinan baru, Bupati Dian Rachmat Yanuar dan Wakil Bupati Tuti Andriani, agaknya harus menerima ujian pertama di tahun pertamanya dengan memilih memangkas belanja pegawai atau membiarkan APBD terseret ke dalam jurang defisit yang lebih dalam.
“Situasinya darurat fiskal, tapi tidak boleh hanya satu pihak yang diminta berkorban,” ujar Sujarwo, pengamat kebijakan publik Kuningan yang akrab disapa Mang Ewo, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, pemangkasan TPP akan menimbulkan luka psikologis di kalangan birokrasi. Ribuan ASN yang selama ini menjadi tulang punggung pelayanan, akan merasa tak dihargai jika hanya mereka yang diminta berhemat.
“Yang jadi persoalan bukan cuma besarannya. Tapi keadilan. Kenapa yang dipotong selalu TPP birokrat, sementara dana pokok pikiran (Pokir) DPRD tetap mengalir tanpa evaluasi?” ujarnya.
Sujarwo menilai, pengambil kebijakan di lingkup Pemkab Kuningan harus berani mengambil langkah berimbang. Jika TPP dipotong demi efisiensi, maka anggaran yang bersifat politis seperti Pokir juga harus dirasionalisasi. “Kalau tidak, ya wajar kalau nanti muncul kecemburuan sosial dan distrust terhadap pengelolaan anggaran,” tambahnya.
Hingga kini, Pemkab belum mengumumkan berapa besar potongan yang akan diberlakukan. Namun sumber internal menyebut, skenario pemangkasan sudah dibahas intensif antara TAPD dan BPKAD. Besarnya kemungkinan masih jauh dari cukup untuk menambal kekurangan anggaran, tapi dianggap langkah penyelamat jangka pendek.
Sementara itu, kalangan birokrat mulai ramai membicarakan kabar ini di grup-grup WhatsApp. Sebagian mulai menyuarakan kekecewaan, sebagian lagi memilih diam sambil berharap solusi lain muncul di menit akhir.
Bagi pemerintahan baru, ini mungkin jadi langkah sulit yang harus diambil. Namun seperti kata Mang Ewo, “Keadilan itu bukan hanya soal angka, tapi siapa yang diminta mengalah, dan siapa yang terus nyaman di balik sistem.” (ali)
