Cikalpedia
”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s
Kuningan

Misteri Mundurnya Empat Direktur PDAU Kuningan: Menyoal Budaya Hukum di Tubuh BUMD

Apt. Hamdani Nugraha, S.Farm., MH., C.PS., CMd. (istimewa)

KUNINGAN — Satu per satu, para direktur Perusahaan Umum Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Kuningan memilih angkat kaki sebelum masa jabatannya berakhir. Fenomena itu berlangsung senyap, tapi meninggalkan tanda tanya besar di ruang public yaitu apa yang sebenarnya terjadi di tubuh perusahaan pelat merah yang digadang-gadang menjadi lokomotif ekonomi daerah itu?

Empat direktur yang silih berganti mundur bukan sekedar anomali administratif. Ia menyiratkan persoalan lebih dalam tentang budaya kerja, tata kelola, dan mungkin juga politik di balik layar. Padahal, perusahaan ini dibentuk dengan cita-cita besar dengan mengelola potensi kekayaan daerah dan menjadi motor penggerak Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama lewat sektor pariwisata dan usaha-usaha produktif lainnya.

Namun kenyataan jauh dari harapan. Alih-alih menjadi sumber keuntungan, PDAU kerap tersandung masalah kinerja dan manajemen. Ambisi Pemerintah Kabupaten Kuningan menjadikan daerahnya bukan sekadar wilayah transit wisatawan, kini justru terganjal oleh carut-marut internal perusahaan daerahnya sendiri.

Secara normatif, PDAU Kuningan berdiri di atas dasar hukum yang kuat. Keberadaannya ditegaskan lewat Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perusahaan Umum Daerah Aneka Usaha Kuningan, diperkuat pula oleh Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2017 tentang Nama dan Logo PDAU, serta Perda Nomor 19 Tahun 2015 yang mengatur penyertaan modal daerah.

Artinya, secara struktur hukum, PDAU tidak kekurangan dukungan regulasi maupun legitimasi politik. Tapi seperti dikatakan oleh Apt. Hamdani Nugraha, S.Farm., MH., C.PS., CMd., dosen Universitas Muhammadiyah Kuningan sekaligus pengusaha bidang kesehatan, fondasi hukum saja tak cukup jika tak disertai dengan substansi dan budaya hukum yang sehat.

“Masalah PDAU bukan pada ketiadaan aturan. Tapi pada implementasi dan kultur organisasi yang tidak mencerminkan semangat profesionalisme,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).

Baca Juga :  Ika Siti Rahmatika, Legislator Perempuan Ini Profilnya

Hamdani melakukan kajian menggunakan teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman yang membagi komponen hukum menjadi tiga: struktur, substansi, dan kultur hukum. Lewat pendekatan itu, ia mencoba menelusuri akar persoalan di balik kegagalan berulang di tubuh PDAU.

Masalah utama, kata Hamdani, justru muncul dari sisi substansi hukum yakni pelaku dan mekanisme internal perusahaan. Dengan payung hukum yang sudah lengkap, semestinya PDAU mampu berlari cepat. Tapi realitasnya, langkahnya justru tersendat.

Kelemahan paling kentara terletak pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan kemampuan manajerial. Para direktur yang masuk membawa idealisme, tapi di tengah jalan banyak yang terganjal oleh pola kerja birokratis yang tak kompatibel dengan karakter dunia usaha.

“BUMD semestinya bekerja seperti korporasi. Lincah, efisien, dan berbasis target profit. Tapi PDAU masih berpikir seperti instansi pemerintah, lamban dan penuh formalitas,” jelas Hamdani.

Menurutnya, tantangan reformasi birokrasi di tubuh PDAU bukan sekadar soal administrasi, tapi juga menyangkut mindset dan profesionalitas. “Kalau BUMD masih diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi bisnis dan mental wirausaha, jangan harap bisa menghasilkan PAD yang signifikan,” katanya tegas.

Kondisi itu menciptakan tekanan di level manajemen. Para direktur kerap terjebak di antara tuntutan kinerja dan resistensi internal. Tak jarang, keputusan bisnis harus tersandung kepentingan non-ekonomis yang membuat langkah mereka tersandera. Akhirnya, mundur jadi pilihan realistis.

Related posts

Kuningan Bergerak Lawan Stunting, Ridho Suganda Dorong Kolaborasi Pentahelix

Cikal

Siap Tarung 2029, PKB Gembleng 538 Kader Pengurus Kecamatan

Ceng Pandi

Ketua PDIP Kuningan Semprot Fraksi Sendiri: Terlalu Eksklusif, Lupa Rumah Partai!

Cikal

Leave a Comment