KUNINGAN – Keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan mencabut moratorium pembangunan perumahan di dua kawasan vital, Kecamatan Kuningan dan Cigugur, menuai kritik keras. Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menilai langkah Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar itu terlalu terburu-buru dan berpotensi memicu krisis ekologis dan ruang hidup yang mengancam identitas Kuningan sebagai penyangga Gunung Ciremai.
Dua aktivis MPK, Yudi Setiadi dan Yusup Dandi Asih, khawatir pembukaan keran perizinan ini akan menjadi bumerang, mengancam keseimbangan lingkungan, mata air, dan budaya lokal.
“Ini bukan soal urusan pembangunan perumahan. Ini soal keberlangsungan ekologi dan identitas ruang yang menjadi penopang kehidupan masyarakat,” ujar Yusup Dandi Asih, Koordinator MPK, kepada wartawan, Senin (17/11/2025).
MPK mengakui niat baik Pemkab dalam menjawab kebutuhan hunian (backlog). Namun, keputusan itu dianggap prematur karena fondasi tata ruang Kuningan dinilai masih sangat rapuh.
Kritik utama MPK tertuju pada dokumen perencanaan ruang daerah. Hingga kini, Kuningan masih mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 26 Tahun 2011 tentang RTRW 2011–2031. Perda ini telah berusia lebih dari satu dekade dan dianggap tidak lagi relevan dengan dinamika sosial-ekologis terkini.
Meskipun DPRD telah menyatakan perlunya revisi, prosesnya berjalan lambat. Lebih parah lagi, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk wilayah-wilayah strategis, instrumen teknis yang krusial untuk implementasi belum seluruhnya disahkan dan masih dalam tahap penyusunan.
