KUNINGAN – Aksi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kuningan diterima langsung para Wakil Ketua DPRD Kuningan. Sejumlah tuntutan diterima dan siap disampaikan ke DPR-RI.
Aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan atas pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-undang yang dinilai ada beberapa pasal yang bermasalah.
Suasana aksi tersebut sempat ricuh dikarenakan masa mencoba untuk masuk ke dalam gedung DPRD Kuningan. Hanya saja, potensi itu teredam ketika masa aksi diterima masuk, walaupun hanya di halaman depan DPR
Di hadapan wakil rakyat, tuntutan terswbut disampaikan secara bergantian mulai dari perwakilan Unisa, Uniku, UMK, STAIKu, dan UBHI.
Muhammad Sayfulloh Rohman, selaku koordinator aksi menerangkan bahwa di dalam RUU KUHP yang belum lama ini disahkan menjadi Undang-undang, terdapat beberapa pasal yang berpotensi menimbulkan persoalan serius, salah satunya pada pasal 7 yang memberi porsi kewenangan yang sangat dominan kepada Polri.
“Dominasi tersebut berpotensi melemahkan mekanisme koordinasi dan kolaborasi antar-lembaga, sehingga membuka peluang terjadinya monopoli kekuasaan dalam proses penegakan hukum,” ujarnya.
Selain itu, pasal 16 juga dinilai memiliki “jebakan” kelembagaan. Pasal tersebut berpotensi mendorong aparat untuk terinstitusionalisasi dari tugas penegakan hukum yang profesional ke arah praktik-praktik yang justru dapat menjurus pada tindak kejahatan, apabila tidak diawasi secara ketat.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menyoroti pasal 74 dan pasal 140 ayat (7) yang dinilai membuka peluang untuk penyalahgunaan kewenangan. Pihaknya juga menyoroti penggunaan mekanisme restorative justice yang dinilai berpotensi menjadi alat pemerasan atau pemaksaan.
