KUNINGAN – Geger! Keputusan Pemerintah Daerah Kuningan mencabut moratorium pembangunan perumahan di Kecamatan Kuningan dan Cigugur yang semula adem kini diselimuti bau amis dugaan suap fantastis senilai Rp1 miliar. Kabar liar ini menyebar bak api di media sosial, memicu polemik panas yang coba menggoyang kredibilitas kebijakan. Namun, bagi Sujarwo, pengamat kebijakan Kuningan yang juga Ketua F-Tekad Kuningan, isu ‘uang pelicin’ ini hanyalah fitnah dangkal yang minim logika dan sengaja ditebar untuk merusak momentum strategis daerah.
Kepada cikalpedia.id, Sujarwo menepis tuduhan itu dengan nada tajam. “Kalau mau jujur, siapa hari ini yang berani memberikan suap melalui transfer? Apalagi kalau jumlahnya besar. Itu tuduhan yang tidak cermat dan menunjukkan minimnya logika pelaku hoaks,” katanya, Rabu (19/11/2025).
Ia menegaskan, anggapan bahwa keputusan pencabutan moratorium ini adalah produk ‘suap gelap’ adalah narasi sesat. Menurutnya, publik perlu tahu bahwa proses ini jauh dari kata spontan atau ‘koboi’.
“Kajian teknis dan administratif mengenai kebutuhan permukiman, sebaran penduduk, ketersediaan lahan, dan tata ruang sudah dibedah lama. Ini bukan keputusan instan. Jauh hari sebelum diketok, semua data telah diuji,” ujarnya, menekankan bahwa keputusan tersebut berakar pada data komprehensif, bukan bisikan di bawah meja.
Mang Ewo sapaan akrab Sujarwo juga mengkritik keras narasi yang menyebut pencabutan moratorium akan merusak lingkungan. Ia justru berargumen sebaliknya. Moratorium yang ada, kata dia, sejatinya telah mengatur pembagian luasan wilayah yang sangat ketat.
“Moratorium itu justru lebih keras pada pengusaha. Ada pembagian zonasi, ada batasan luasan, dan ada kewajiban menjaga fungsi ekologis. Tidak bisa seenaknya. Jadi, kalau diotak-atik seolah membahayakan lingkungan, itu tidak akurat,” tutur Mang Ewo.
